Sudah seminggu Iskandar uring-uringan. Soalnya Tini, isterinya menyampaikan berita, ia hamil lagi, kandungannya sudah 6 bulan. Bagi Iskandar yang sudah setahun menganggur, berita itu adalah kabar buruk. Ia menghitung minimal Rp 10 juta yang harus disiapkannya untuk biaya persalinan di rumah sakit dan biaya kosultasi ke dokter kandungan.
Sebenarnya uang sebesar itu tidak banyak. Tapi ia sekarang lagi pengangguran, tidak ada pemasukan uang sama sekali. Untuk biaya dapur saja, ia terpaksa melego satu per satu asset bernilai yang dimiliknya.
Iskandar sebenarnya mempunyai profesi yang cukup hebat yaitu penulis skenario film. Tapi entah kenapa sejak setahun ini, teman-temannya sesama insan perfilman seperti meninggalkannya. Ia tidak lagi diajak. Sekarang banyak sineas muda, yang idenya lebih menggebrak sehingga film-filmnya lebih laku di pasaran. Sedangkan Iskandar termasuk sineas generasi tua. Ia sendiri sudah berumur 60 tahun. Pada hal Iskandar merasa bahwa ia masih bisa. Ia telah menulis 10 skenario film untuk dipelajari teman-temannya. Tapi sejauh ini belum ada respon positif.
Tini adalah isteri kedua Iskandar. Ia kawin lagi setelah 20 tahun menduda. Isteri pertamanya meninggal dunia karena kanker. Dari isteri pertama, Iskandar mendapatkan dua anak perempuan. Anak pertamanya sudah menikah dan memberikan kepada Iskadar dua cucu.
Beda umur Iskandar dengan Tini 30 tahun. Ia sudah mendapatkan seorang anak perempuan dari Tini. Tapi Tini masih muda sehingga sewaktu-waktu ia bisa hamil lagi. Dan itulah yang terjadi.
Iskandar mulai lagi menghubungi satu per satu teman-temannya yang telah dikirimi naskah skenario film. Pertama kali ia menghubungi temannya, Ujang Ramli. Tapi dalam percakapan via telepon selular, Iskandar mengetahui bahwa Ujang ternyata juga sedang menganggur. Katanya, produsen film yang biasa memakai keahliannya, Rahmat Sentono, sedang bangkrut. Dua filmnya yang terakhir hanya menghasilkan kerugian besar.
Gagal dengan Ujang Ramli, Iskandar menghubungi Iwan Taruna, seorang sutradara beken. Iwan minta maaf tidak sempat menghubungi, karena sangat sibuk, tapi bukan lagi di dunia perfilman. Ia diajak saudaranya, yang memiliki bisnis properti untuk membantunya.
Gagal lagi langkah Iskandar untuk dapat pekerjaan dan medapatkan pinjaman uang. Masih ada 8 teman lagi yang akan dihubungi. Akan tetapi, belum sempat menghubungi mereka. Iskandar ditelpon temannya yang lain, Sutejo, untuk ketemu. Katanya ada proyek, dan ia ingin Iskandar ikut dalam proyek itu
Sutejo langsung masuk pada pokok pembicaraan. Katanya, “saya dengar kamu sudah setahun menganggur. Kamu tidak punya uang, dan isteri kamu sebulan lagi akan melahirkan. Saya diajak untuk memhuat serial blue film. Uangnya lumayan. Kalau kamu mau, ini ada uang 20 juta untuk persekot. Sepuluh juta bisa kamu simpan untuk biaya isteri kamu melahirkan. Sisanya bisa kamu gunakan untuk ongkos kamu wira wiri dan beli baju baru”.
Iskandar terdiam. Ia ibarat makan buah simalakama. Kandungan isterinya semakin membesar. Bulan depan ia akan melahirkan dan ia belum punya uang. Tapi di kampung tempat tinggalnya ia dikenal sebagai warga yang alim, yang meramaikan masjid. Ia selalu shalat di mesjid jika tidak ada halangan. Bahkan kadang-kadang ia jadi muazin, kalau muazin benaran berhalangan.
Iskandar akhirnya meminta waktu seminggu untuk memutuskan. Katanya ia akan shalat istikharah dulu. Pada hari terakhir janjinya kepada Sutejo, ia sudah memutuskan untuk menerimanya. Situasi yang dhadapinya menurut Iskandar sudah masuk darurat. Ia berjanji dalam hati, hanya sekali ini saja. Dari proyek itu ia akan mendapatkan uang untuk dijadikan modal kerja buat warung di rumahnya.