Mohon tunggu...
Misbahkhul Hamdan
Misbahkhul Hamdan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Pejalan Kaki

Pengagum Estetika

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Ketahanan Nasional

28 Maret 2020   22:00 Diperbarui: 29 Maret 2020   00:12 35118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Wabah bisa membuat "revolusi"? Apa iya? Jangan bayangkan dulu seperti revolusi ala Che Guevara, atau revolusi Iran yang merontokkan sistem lama dan membangun sistem baru. Ini wilayah revolusi politik. Tapi revolusi bisa juga menyentuh aspek non politik semisal adanya "momentum" bisa berupa "aset baru" yang terbangun atau pinjam istilah Karl Mannhem (1979) adanya "determinasi situasional" yang merekahkan warna baru, yaitu perubahan.

Kondisi Sosial Global

Beberapa pagebluk yang tercatat oleh sejarah, memiliki dampak revolusioner, seperti jatuhnya sebuah dinasti hingga meluasnya kolonialisme. Ambil contoh skala epidemi yang menghantam Eropa abad pertengahan yang dikenal dengan nama "maut hitam" (black death) yang sangat mengerikan dan menewaskan sepertiga penduduk. Wabah ini berdampak pada runtuhnya sistem feodalisme lama dimana orang dipaksa bekerja untuk membayar sewa terhadap tanah yang mereka tinggali. Hal ini mendorong Eropa Barat menuju komersialisasi dan menjadi lebih modern dengan mengembangkan sistem ekonomi berdasar uang kontan. Bahkan ada pandangan bahwa wabah ini mendorong terjadinya imperialisme yang dilakukan negara-negara Eropa.

Saat yang tak kasat Mata Meneror
Saat covid-19 mendera, kontan ada kebijakan untuk physical distancing dan juga dengan work from home (WFH). Masyarakat yang sudah biasa ngobrol di dunia maya kali saja menjadi tak kaget dengan ketetapan itu. Di negeri kita, sebelum munculnya tehnologi android lewat wujud smartphone canggih, masyarakat cukup pakai "getok tular" untuk berkomunikasi saat ada keperluan.

Tapi begitu "alat ajaib" ini ada, masyarakat cukup rebahan untuk berkomunikasi dan juga menyesap berbagai informasi tentang dunia seisinya. Mau pesan makanan, pijat atau lainnya, atau mau diskusi serius atau sekedar alay-alay cukup melototi gadget. Ketika covid-19 menjadi pandemi global, maka ramailah dunia medsos dengan berbagai opini dan wejangan. Tentu ini positif. Beragam "resep" yang diluapkan di medsos akan menjadi pemandu bagi masyarakat agar bisa menghindari virus begajul ini. Sisi lain, lewat medsos pula tersingkap solidaritas sosial untuk saling membantu. Seremoni, perayaan untuk meluapkan rasa iba, empati, bantuan bertalu-talu. Tentu ini wajah indah bagi sebuah negeri yang tengah dilanda teror non-tradisional ini.

Dunia gadget telah melahirkan revolusi. Masyarakat semakin terhubung secara dekat. Sesuai pernyataan Thomas L. Friedman (2005) dalam buku karya nya yang berjudul "World is Flat", bahwa dunia makin mendatar dan mengkerut yang tak terbayang sama sekali sebelum globalisasi yang membawa serta kecanggihan tehnologi. Ya, World Wide Web (WWW) atau kemudian disebut Web mengubah internet menjadi dunia maya ajaib.

Dan kini, begitu ada semburan covid-19, revolusi semakin nyata. Masyarakat seperti dicelikkan dengan situasi adanya "musuh bersama" yang bisa memunculkan panik dan ketakutan, namun juga kesiapsiagaan, opitimisme, solidaritas dan kohesitas sosial yang menggumpal-gumpal. Seremoni yang sepanjang ini digaungkan dan diejawantahkan dalam berbagai kegiatan entah itu kemasyarakatan atau keagamaan, sekarang harus ditunda dan dihentikan. Bahkan untuk sebuah ritual wajib keagamaan seperti shalat jumat perlu berbesar hati untuk mengikuti perintah demi menghalau covid-19. Untuk ramadan tahun ini bisa saja kebijakan untuk meliburkan shalat tarawih dan mungkin juga shalat Id serta mudik lebaran. Bisa saja haji tahun ini akan ditiadakan sementara bilamana "virus transnasional" ini masih menggila. Baru kali ini, ada "revolusi" sedemikian menyolok dan menyentuh pada wilayah yang selama ini dianggap "sakral". Saya seumur-umur baru mengalami fakta ini.

Berdasarkan data dari BNPB per Sabtu (28/3/2020) siang, jumlah pasien yang terkonfirmasi positif di Indonesia yakni sebanyak 1.155 orang. dari jumlah tersebut, sebanyak 59 orang telah dinyatakan sembuh. sedangkan jumlah pasien yang meninggal dunia karena terinfeksi Covid-19 ada sebanyak 102 pasien.

Di negeri kita, dengan kian mengganasnya covid-19, telah pula merubah kebijakan pemerintah semisal Ujian Nasional (UN) untuk SD, SMP dan SMA tidak diberlakukan. Ini berarti dipercepat yang tadinya hendak diwujudkan 2021. Apalagi buat warga Jakarta yang paling banyak terpapar corona baik pada level Orang Dalam Pemantauan (ODP) maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP) akan mendapat perhatian khusus. Kalau warga Jakarta mudik, bisa-bisa masyarakat daerah akan tertular. Karenanya bisa jadi masyarakat daerah akan resistensi terhadap siapapun khususnya warga Jakarta yang mudik ke daerahnya.

Aspek Ketahanan Nasional

Masalah Covid-19 saat ini bukan hanya masalah dunia Internasional saja, tetapi juga sudah jadi masalah Nasional Indonesia. Masalah dan dampak Covid-19 di Indonesia, bagaimana negara Indonesia menghadapinya bisa ditinjau dari Model Ketahanan Nasional Indonesia saat ini, yaitu yang dikenal sebagai Astagatra.

Menurut model Ketahanan Nasional Indonesia, aspek kehidupan nasional dibagi dua yaitu aspek alamiah dan aspek sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun