Mohon tunggu...
Mirrza Alam Akbar
Mirrza Alam Akbar Mohon Tunggu... -

merupakan lulusan dari Institut Pertanian di daerah Bogor. Penyuka Chelsea Football Club sejak tahun 2005. Salam hangat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pernahkah Kita Mempertanyakan Hal Baik?

19 November 2015   15:44 Diperbarui: 14 Maret 2017   18:01 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa waktu yang lalu, di depan rektorat kampus saya terjadi pembakaran ban hasil penentangan kebijakan kampus hijau oleh ‘para oknum nakal’. Salah satu respon dari teman saya kebetulan dia juga anggota BEM fakultas saya, menanya heran di post akun socmed LINEnya “Mahasiswa bakar ban, gunanya buat apa sih? Buat penerangan?” lalu beberapa hari setelah ‘rasa heran’ teman saya itu muncul, rasa heran saya lainnya juga muncul namun bukan tentang kejadian pembakaran ban ataupun keheranan dia melainkan “kalau hal buruk aja dipertanyakan? Pernahkah kita mempertanyakan hal baik?”

Di keilmuan saya, sering banget mempelajari kasus-kasus Perusahaan melawan Masyarakat yang dirugikan karena penggusuran lahan mereka. Perusahaan digambarkan dengan ‘komunitas’ yang memiliki banyak uang, mampu membeli izin pembangunan dari pemerintah dan penghasil kerugian untuk masyarakat sekitarnya. Dunia internasional pun menerbitkan apa yang sering disebut CSR (Corporate Social Responsibility).

Pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan kerugian yang ditimbulkan serta apa yang paling dibutuhkan masyarakat menjadi landasan dasar dalam merancang program CSR namun saat ini kebanyakan perusahaan lebih memilih untuk bermain ke ranah ‘ringanan’ biaya sekolah anak-anak negri (baca: beasiswa)

Apa beasiswa itu hal baik? Tentu saja pernahkah kita mempertanyakannya? Kenapa sih beasiswa harus ada? Kita selalu menanyakan,“buat apa sih lo ngerokok?” tapi pernahkah kita bertanya “buat apa sih lo daftar beasiswa?” Menurut KBBI, beasiswa merupakan tunjangan yang diberikan kepada pelajar atau mahasiswa sebagai bantuan biaya belajar tetapi kenyataannya? Terakhir saya melihat ada yang sudah bisa membeli motor terkenal dari Italia.

Diantara beasiswa-beasiswa yang beredar memiliki sistem mengikat penerimanya untuk nanti bekerja di perusahaan tersebut. Sudah menerima tunjangan, selesai kuliah, wisuda tanpa harus berpikir panjang nanti bakal bekerja dimana, training minimal 3 bulan sudah menjadi bagian dari perusahaan. Gambaran yang sangat kontras dengan para teman sebaya kami yang ada di jalanan.

Lalu saya membandingkan apa yang sebenarnya membedakan saya dengan para anak-anak jalanan, toh untuk masalah survival hidup mungkin mereka jauh lebih unggul tapi kenapa mereka masih saja hidup yang tak seharusnya mereka dapatkan. Setelah berdiskusi cukup lama dengan salah satu teman baik saya, akhirnya kami menangkap jawaban inti permasalahan ini yakni KEBERUNTUNGAN saya dan teman-teman saya tinggal serta hidup di lingkungan perguruan tinggi. Dulu saat saya masih duduk di bangku menengah atas,“mustahil untuk masuk acara di televisi atau setidaknya berkenalan secara dekat dengan para pemangku kebijakan.”

Namun semua pandangan ‘takut’ saya itu berubah, pendidikan mengubah hal itu tanpa saya harus mendatangi satu-satu stasiun televisi mereka datang dengan sendirinya mengajak kerja sama untuk mengadakan acara mereka di kampus saya. Lalu bagaimana dengan anak-anak jalanan? Pernahkah mereka untuk sekali saja, mereka merasakan atmosfer bekerja di stasiun televisi?

Beragam program penanggulangan kemiskinan sudah dilakukan. Banyak beasiswa telah diberikan namun apakah sudah merata? Memang tidak mudah jika berkata ‘merata’ masih banyaknya sekolah yang ‘menyatu dengan alam’ masuk ke meja siaran. Belum adanya master-plan yang jelas dalam perencanaan CSR menjadi pr bagi kita semua, tidak cuma pemerintah. Bayangkan bila satu perusahaan mau ‘mensponsori’ (bukan mendanai) satu sekolah di daerah.

Hal ini menjadi berbeda, jika mendanai perusahaan hanya memberikan uang mereka, memfasilitasi apa yang dirasa kurang dan selesai. Berbeda hal bila perusahaan mensponsori, perusahaan akan mendapatkan feedback dari sekolah yang mereka bantu. Feedback bisa berupa tanpa harus perusahaan kerja dua kali dengan menginterview calon-calon karyawannya, perusahaan bisa mengetahui ‘karakter’ asli calon karyawannya karena sejak kecil perusahaan sudah memantau anak tersebut dari segi afektif, kepemimpinan serta organisasi yang ia ikuti selama dia duduk di bangku sekolah.

Tanpa berharap berlebih tetapi kita semua tidak pernah tau Keberuntungan dari setiap anak tersebut. “Tapi kan sudah banyak program yang sejenis?” Betul tapi apa semua perusahaan melaksanakannya? Menurut data Index Saham Indonesia pada bulan Agustus 2015, ada sekitar 517 perusahaan go public.

Mari berasumsi, jika 517 perusahaan mensponsori 517 sekolah di Indonesia. Bila dalam 1 sekolah daerah tersebut memiliki sekitar 30-70 anak, saya coba mengambil minimal 30 orang (pengalaman saya saat KKNP di Desa Pengarasan, Kab. Brebes) maka 517 x 30 = 15510 anak. 15 ribu anak bisa mendapatkan pendidikan yang lebih layak. Kita memang tidak bisa meramal masa depan namun ‘lebih baik bertindak lalu gagal karena setidaknya kita dapat bertindak yang lebih baik selanjutnya daripada tidak bertindak sama sekali’ dan saya sangat-sangat yakin 1 dari 15.000 anak yang perusahaan sudah bantu, bisa membuat Indonesia lebih baik.

 

Mirrza A. Akbar
Bogor

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun