Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kelucuan, Kemurungan, Keikhlasan

20 Juni 2017   00:31 Diperbarui: 20 Juni 2017   01:25 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Minto namanya.  Seorang yang pandai melawak di desa ini.  Apapun perkataannya menjadi lucu di telinga.  Minto sanggup membuat siapapun terbahak bahak.  Bahkan beberapa ibu ibu selalu saja tidak bisa menghindari terkencing kencing jika Minto sedang mengeluarkan lawakannya.

Sepertinya Minto dianugerahi bakat yang luar biasa dalam melawak.  Sepatah kata saja keluar dari mulutnya, gelegak tertawa langsung membahana.  Itu juga karena diikuti dengan profil wajahnya yang lumayan lucu dalam memperagakan.  Minto sangat lengkap.  Seorang komedian yang dilahirkan di dunia nyata,  bukan panggung panggung hiburan.

Jika ada yang tidak pernah tertawa saat Minto melucu, namanya Pak Sombar.  Pak Sombar tidak sedikitpun nampak tertawa.  Tersenyumpun tidak.  Entah urat urat gembiranya sudah rusak.  Atau selera humornya sudah sampai ke dasar.  Tidak ada yang tahu.

Di setiap pertemuan desa, Pak Sombar adalah aktifis.  Selalu terlibat dalam kegiatan apapun.  Begitu juga Minto.  Tidak pernah absen dalam pertemuan maupun kegiatan.  Tentu saja dua ikon yang berlawanan sifat ini sering bertemu.  Berinteraksi tapi seperti kutub dan gunung api.  Yang satu membeku seperti es batu, satu lagi menyala nyala tak mau padam.

--------

Akhirnya menjadi guyonan dan tantangan bagi Minto dari seluruh penghuni desa.  Jika dia sanggup membuat Pak Sombar tertawa, maka sempurnalah dia.  Minto terperangah tentu saja.  Ini tantangan berat.  Dia sudah mencobanya berkali kali.  Selalu gagal.

Pak Sombar memang seperti diciptakan untuk selalu murung.  Bisa jadi dia adalah manusia yang diutus oleh mendung.  Semua hal di dunia ini ditanggapinya dengan sangat serius.  Tidak ada kosakata bercanda baginya.

Seperti malam ini.  Rapat desa dibuka dengan membahas tentang pemilihan kepala desa.   Ramai suara suara menyebut nama nama calon.  Minto yang duduk di pojokan sambil cengingisan, membuka mulutnya lebar lebar saat namanya disebutkan.  Pak Sombar yang namanya juga diajukan, menanggapinya dengan sangat dingin tanpa ekspresi.

--------

Saat uji verifikasi calon dilakukan.  Dua nama itulah yang akhirnya muncul di permukaan.  Minto dan Pak Sombar menjadi rival.  Padi melawan jagung.  Kegaduhan bertemu kediaman.  Penduduk desa terbelah.  Sebagian mendukung Minto, sebagian lagi berdiri di belakang Pak Sombar.  Keduanya layak terpilih menjadi calon.  Sama sama berkompeten dan sama sama mempunyai jiwa pengabdian yang kuat.

Kampanye digelar.  Minto bersama pendukungnya meneriakkan jargon; tertawa adalah penghulu dari suka.  Suka adalah awal mula dari bekerja dengan gembira.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun