Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ditelantarkan Teraniaya

15 Juni 2017   20:58 Diperbarui: 15 Juni 2017   21:04 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Keranda keranda bukan serupa kematian diusung.  Di jalan jalan yang mulai direbahi berbagai macam kegelisahan.  Di negeri sedang dipatuk oleh jelaga.

Suara suara bukan serupa teriakan mengoyak gendang telinga.  Di pembaringan para pegendut rupiah yang menghisap darah.  Di negeri sedang dibedaki kotoran mata.

Dulu nyaring tertawa adalah mata gembira.  Kini serasa mengejek setiap hasta lengan lengan terpenggal rakyat yang pasrah.

Dzikir saja terasa kikir.  Khutbah menjadi semacam bioskop bisu.  Penontonnya adalah para kupu kupu yang lupa bahwa sayapnya telah patah. Meninggalkan seribu museum duka cita hamba yang ditelantarkan para rajanya.

Jakarta, 15 Juni 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun