Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dibayar Tunai!

11 Juni 2017   23:37 Diperbarui: 12 Juni 2017   01:23 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perempuan itu menghapus keringatnya yang habis separuh.  Separuhnya lagi untuk beres beres rumah dan memasak saat sahur nanti.  Dia tahu suaminya yang pengamen bus kota juga pasti kelelahan.  Apalagi pulangnya selalu lebih malam dari dirinya. 

Darmi tersenyum.  Parno suaminya memang seorang pengamen.  Tapi puasa bukanlah hal yang bisa dikhianati.  Suaminya tetap berpuasa.  Kemarin dia melihat suaminya sibuk menghafalkan lagu lagu religi.  Suara Parno lumayan bagus.  Tidak kalah sama Ebiet.  Darmi tersenyum bangga.

Darmi sendiri bekerja sebagai cleaning service di sebuah kantor perusahaan.  Jam kerjanya 9 pagi hingga 5 sore.  Kenyataannya lebih dari itu.  Darmi harus berangkat lebih pagi 2 jam sebelumnya dan pulang 2 jam sesudahnya.  Tidak apa apa.  Darmi memaklumi dan demi.  Memaklumi status yang disandangnya dan demi anak anak dan keluarganya.

Sekarang saatnya pulang.  Saatnya pula berdesakan di bus kota yang akan mengantarnya dengan senang hati.  Darmi tersenyum sedikit lepas.  Bahkan tertawa.  Dia sepertinya mencintai bus kota setelah Parno dan anak anaknya.

--------

Parno duduk di trotoar depan sebuah rumah sakit besar.  Receh di topinya menggunung.  Banyak penumpang baik hati di bulan puasa ini.  Ah seandainya setiap hari adalah puasa dan setiap bulan adalah Ramadan.  Parno tersenyum penuh syukur.

Ada juga beberapa lembaran merah seratus ribuan yang didapatnya saat tadi di trotoar ini. Ada seorang bapak dan istrinya menyuruhnya menyanyikan lagu lagu Ebiet sambil menunggu berbuka.  Bapak dan istrinya itu tertarik ketika hendak masuk gerbang rumah sakit dengan mobilnya lalu mendengar Parno menyanyikan lagu Ebiet beberapa saat setelah turun dari bus kota.  Parno menambahkan syukurnya puluhan kali lipat untuk rejeki tak terduga ini.

Di hadapan Parno tergeletak gitar tua yang telah menemaninya bertahun tahun. Di samping gitarnya segelas air teh manis sisa berbuka puasa.  Nasi bungkus masih tersisa setengahnya.  Untuk nanti.  Saat bus kota terakhir telah mengamini lepas bekerjanya hari ini.

Sebuah kejutan mendadak tersaji di depannya.  Kejutan yang memilukan.  Sebuah bajaj tergeletak terbalik dengan punggung di bawah.  Entah bagaimana proses terjadinya tadi. Yang jelas sopir bajaj sedang dikeluarkan oleh orang orang.  Pingsan.

Parno bergegas mendekat.  Dia membantu orang orang yang terdiri dari para penjaja kopi bersepeda dan pedagang asongan.  Mereka menggotong sopir bajaj yang nampak terluka cukup parah masuk ruang IGD rumah sakit mewah dan besar itu.

Para petugas dengan sigap membaringkan sopir bajaj di meja perawatan darurat.  Setelah memeriksa luka luka yang diderita sopir bajaj tersebut, para petugas medis tersenyum lega.  Mengabarkan bahwa tidak ada yang terlalu serius.  Orang orang yang mengantar ikut tersenyum lega.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun