Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Tengah Malam

10 April 2020   00:45 Diperbarui: 10 April 2020   00:45 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: shutterstock.com

Tengah malam tak pernah buta. Ia hanya memunggungi langit. Selepas purnama.
Pada kegelapan, ia melepas kegelisahan. Menyambut mimpi yang berhamburan.
Dari kantung mata seseorang. Atau mengambilnya dari waktu senggang. Yang benar-benar terbuang.

Ia meniupkan janji-janji. Tentang pagi, yang selalu ditepati.
Ia menyudahi banyak perkara. Dengan merahasiakannya.
Ia adalah tengah malam. Yang memilih diam. Daripada harus meliarkan gumam.

Tengah malam selalu mendengar. Sekecil apapun suara. Apakah itu dengkur yang kepagian. Atau mata terbuka yang tak melihat apa-apa.
Ia menginginkan dinihari. Di pelukannya yang dingin. Untuk bersama-sama. Membangunkan kesepian.
Menuju keramaian, yang tidak memerlukan percakapan. Barangkali hanya gerak bibir mengeja. Atau patahan kata terbata-bata.
Maka lahirlah doa-doa. Dari ibunda yang tak pernah mengandungnya. Mencari jalan paling sunyi. Agar sampai kepada Tuhannya. Tanpa perantara.

Bogor, 10 April 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun