Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Menyimpan Kemarau di Perpustakaan

27 Februari 2020   21:24 Diperbarui: 27 Februari 2020   21:24 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Sebenarnya, aku sudah mengambil keputusan. Untuk menyembunyikan hujan, senja, kopi, dan sepi sejauh-jauhnya dari buku-buku di perpustakaan.

Rak-rak almari di semua ruangan lantas dikuasai kemarau, jejak pagi, susu basi, dan keramaian yang dipenuhi basa-basi.

Meski, hujan sering membawaku berkeliling di wilayah romantis yang tak berpuan. Senja selalu mengajarkanku bagaimana cara menjadi lelaki yang membahayakan. Lalu kopi menyadur segala bentuk puisi ke dalam rupa-rupa tajam belati. Dan sepi begitu mudah mendorongku ke tepian ngarai yang kedalamannya hingga pusaran hati.

Namun, itu semua, tak sesulit menjerang matahari, menyeduh secangkir pagi, sambil menyesap habis teh pahit, di sebuah kegaduhan yang serta merta menimbulkan rasa sakit.

Mungkin, sudah saatnya aku pergi mengembarai ruang-ruang senggang yang kehilangan penghuninya. Di sana, barangkali masih tersisa kesempatan menjadi pialang kamus kosakata.

Setelah dibuka, halaman depannya menampilkan ilustrasi orang-orang kesepian yang menenggak kopi bercawan-cawan. Pada sebuah senja yang habis-habisan ditemaramkan hujan.

Jakarta, 27 Februari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun