Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Hujan yang Deja vu

6 Februari 2020   05:37 Diperbarui: 6 Februari 2020   07:06 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Ada pesan untukmu
kali ini dari hujan yang deja vu
melihatmu masih menumpuk rindu
di gudang-gudang bekas menyimpan air nira
yang panjang dan luasnya tak kira-kira
mungkin seluas hatimu yang mudah menerima
cinta yang sederhana

Nampaknya kau seorang perempuan
yang sangat pandai mengawetkan masa silam
dalam rupa-rupa kenangan
kau pajang di rak buku dengan sarang laba-laba
di antara sekat-sekatnya
namun bukunya yang bersampul jejak kaki
sama sekali tak tersentuh debu dan daki
tak pula koyak
dirobek-robek waktu, dengan luka meruyak

Buku itu adalah kumpulan puisi
ketika aku masih menganggap pagi
sebagai lonceng bermulanya kesepian
dan mengira malam
adalah alarm pertanda kedatangan
sunyi yang paling balam

Halaman demi halaman
adalah kisah pemberontakan,
seorang lelaki
yang menduga dirinya adalah alas kaki
dari peradaban yang terus mendaki,
seorang lelaki
yang mengira hatinya adalah tumpukan besi
dari tiang-tiang jembatan
yang menghubungkan
antara banyak kegilaan
dengan sedikit kewarasan
sebagai jalan hidup paling menawan

Buku itu rupanya juga deja vu
atas nama rindu
yang dipurbakalakan batu
namun digenetikakan waktu

Bogor, 6 Februari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun