Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kota dan Hiruk Pikuk Selangkangannya

28 Januari 2020   11:08 Diperbarui: 28 Januari 2020   11:14 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini, aku melihat
tergelincirnya matahari
di mata orang-orang
ketika kaki mereka terantuk almanak tua
dan terkantuk-kantuk di pelukan kereta,
bus kota, dan tiupan angin buruk
kota dan segala hiruk-pikuk
di selangkangannya

Padahal hari baru dimulai
dan sandyakala masih berupa
janin yang belum dibuahi
sementara bunga-bunga
juga baru mekar
di hati para bujang dan nona
yang sedang berusaha jatuh cinta
di halte dan lorong-lorong menara
juga di meja resepsionis
dengan warna merah menyala

Kota adalah ladang perburuan
dan juga kapling-kapling kuburan
yang digali
bahkan sebelum orang-orangnya mati

Kota adalah pasar yang gencar
menawarkan dagangan
nasib dan peruntungan
dengan memasang label harga
tak kira-kira, juga
memakai cara-cara tak terduga

Kita hanya bisa tahu
tiba-tiba saja kita melompati waktu
atau terkapar disayat ribuan sembilu
di gang sempit atau jalanan ramai
sedangkan sesungguhnya,
kita berada di pusat mata badai

Jakarta, 28 Januari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun