Demi kupu-kupu! Yang sayapnya patah satu, sekian detik setelah dilahirkan oleh waktu. Dalam rangkaian metamorfosa yang gagu. Ketika serpihan matahari yang jatuh terlalu panas. Merobek-robeknya seperti helaian kertas.
Demi waktu! Yang pendulumnya terguncang pergolakan angka, dari perhitungan almanak yang salah terka. Saat hari demi hari semakin kehilangan percakapan. Hanya saling lempar tatapan. Kosong berkerontangan.
Peradaban tumpah ruah di jalanan. Dikeringkan kemarau dihanyutkan hujan. Berakhir di selokan.
Peradaban memanjat gedung-gedung tinggi. Bersembunyi. Tidak keluar lagi.
Peradaban tenggelam di halaman-halaman buku. Menjadi bab-bab beku. Dipajang di almari yang diukir sarang laba-laba. Menua bersama pusaranya yang tanpa nama.
Demi peradaban! Yang di masa lalu dituliskan sebagai sejarah, di masa kini yang habis-habisan dirasuah, dan di masa depan yang nampak begitu lelah. Berikan ia ruang yang tepat. Agar datang tak terlambat, bicara tak tersirat, dan tiba di tujuan tanpa tersesat.
Jakarta, 23 Oktober 2019