Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Peradaban

23 Oktober 2019   12:16 Diperbarui: 23 Oktober 2019   12:21 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demi kupu-kupu! Yang sayapnya patah satu, sekian detik setelah dilahirkan oleh waktu. Dalam rangkaian metamorfosa yang gagu. Ketika serpihan matahari yang jatuh terlalu panas. Merobek-robeknya seperti helaian kertas.

Demi waktu! Yang pendulumnya terguncang pergolakan angka, dari perhitungan almanak yang salah terka. Saat hari demi hari semakin kehilangan percakapan. Hanya saling lempar tatapan. Kosong berkerontangan.

Peradaban tumpah ruah di jalanan. Dikeringkan kemarau dihanyutkan hujan. Berakhir di selokan.

Peradaban memanjat gedung-gedung tinggi. Bersembunyi. Tidak keluar lagi.

Peradaban tenggelam di halaman-halaman buku. Menjadi bab-bab beku. Dipajang di almari yang diukir sarang laba-laba. Menua bersama pusaranya yang tanpa nama.

Demi peradaban! Yang di masa lalu dituliskan sebagai sejarah, di masa kini yang habis-habisan dirasuah, dan di masa depan yang nampak begitu lelah. Berikan ia ruang yang tepat. Agar datang tak terlambat, bicara tak tersirat, dan tiba di tujuan tanpa tersesat.

Jakarta, 23 Oktober 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun