Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Khasanah Kita

5 Juni 2019   17:10 Diperbarui: 5 Juni 2019   17:10 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

Kita mewakili gunung dan lautan yang mempertemukan air di muara. Kau mengalirkannya dan aku menyediakan garam bagi rasa payaunya.

Setelah itu kita menyemai janin hujan sehari semalam. Sebelum mengirimkannya ke kawasan mendung hitam.

Kita menjadi angin dan dedaunan yang melenggangkan tarian pucuk cemara. Mempersembahkan mosaik sempurna bagaimana elemen alam saling memadu kasih dalam instrumen asmara.

Kemudian kita menulisi udara dengan kalimat-kalimat cinta yang mengirimkan mantra-mantra terbaik bagi hadirnya romantika cuaca.

Kita menjelma dalam wujud sherpa dan himalaya. Aku mendaki kedinginan yang kau simpan dalam bentuk kehangatan. Dari panasnya sebuah perjuangan untuk menaklukkan setiap tanjakan membahayakan.

Kucuran letih dan adrenalin yang merintih-rintih adakah bagian terberat dari semua kronologi perjalanan yang tertatih-tatih.

Khasanah kita mesti ditulis sebagai kisah pada sebuah buku sejarah.

Bagaimana entah dan lelah bukanlah apa-apa jika kita menziarahi hati dengan kekuatan syarah.

Banyuwangi, 5 Juni 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun