Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Di Antara Belantara Kaca, Aku Menemukan Daun Hijau Tua

28 Maret 2019   17:38 Diperbarui: 28 Maret 2019   17:58 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belantara kaca mengelilingi. Masing-masing memamerkan diri. Dengan pantulan spektrum rumit dari cahaya senja dan lampu jalan yang mulai menyala. Sementara gang-gang sempit diramaikan oleh anak-anak mengayuh sepeda. Di antara lalu-lalang ketergesaan orang-orang yang hendak pulang.

Kota yang tak pernah tidur ini menguap lebar-lebar. Tenggorokannya menguarkan asap hitam dan pandangan nanar. Dari angkutan kota tua renta, bus-bus yang badannya terkelupas oleh usia dan tatapan gemas para sopirnya mengawasi kemacetan yang menggila.

Aku mencari-cari. Di mana pohon-pohon hijau yang layak untuk menyinggahkan kepenatan hati. Atau paling tidak bunga-bunga merah yang meriah. Agar bisa menyandarkan sejenak mata yang lelah.

Tak ada!

Kalaupun ada, daun dan bunganya kusam berjelaga. Dengan pori-pori menyempit seperti kulit arca yang salah pahatannya.

Tak apa. Setidaknya aku menemukan sehelai daun hijau tua. Sepertinya baru terjatuh dari pohon nangka. Di sela-sela gedung yang berhimpitan dan saling memagutkan bibir. Melepaskan mantra-mantra serupa sihir; kalau kau mendatangi kota, tak usah kau ketuk pintunya. Lewatlah pintu belakang. Niscaya kau akan balik tunggang langgang.

Jakarta, 28 Maret 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun