Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Panggung Lelaki Jalang

8 Maret 2019   22:19 Diperbarui: 8 Maret 2019   23:09 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana caraku menarasikan kesinisan? Sementara aku hanya bisa mencela garis malam yang nampak seperti kelucuan. Di antaranya adalah bintang-bintang yang terperosok. Dan bisikan-bisikan liar angin yang seronok.

Sungguh. Ini kelucuan yang tidak sanggup membuatku tertawa. Sudut mulutku bertuba.

Mungkin sebaiknya aku terpejam saja. Menikmati khayal demi khayal yang beranjak gagal. Aku kelelahan. Terlalu lama membiarkan waktu mempermainkanku. Di ujung pendulumnya yang berpaku.

Aku memerankan diriku sendiri menjadi angka pudar pada jam dinding yang enggan berputar. Sedangkan di luar sana, semuanya berlomba menjadi jagoan. Di sirkuit-sirkuit kejadian yang dijalankan oleh zaman.

Sungguh. Ini tidak bisa diterima. Air liurku bertetesan sederas airmata. Semakin bertuba.

Aku tak mau bertanya. Terutama kepada diriku sendiri. Karena jika itu terjadi. Aku hanya akan menjawab dengan mengasah belati. Menikam stigma. Hingga terbunuh seketika. Dan aku tak bisa lagi beretorika.

Aku memang lancang. Menyusun skenario gamang. Hanya untuk mendapati diriku lintang pukang.

Di panggung-panggung yang hanya disediakan bagi para lelaki jalang.

Bogor, 8 Maret 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun