Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Perempuan yang Dirundung Masa Silam

7 Februari 2019   03:53 Diperbarui: 7 Februari 2019   04:04 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari sepasang matanya yang sedalam sumur-sumur hasil galian tambang, terpancar fosil-fosil masa silam berikut tubuh kenangannya yang lebam.

Perempuan itu beringsut menjauh dengan rasa rikuh setelah satu demi satu kenangannya datang bertamu.

Dari bayangan lampu baca di meja kamarnya yang sedikit remang, tergeletak buku diary yang tak pernah dituliskan, namun sanggup bercerita banyak mengenai memori yang pernah mati dan kini bangkit kembali menjadi zombie.

Perempuan itu tidak merasa takut, hanya saja dia berjongkok di sudut ruangan sembari memeluk lutut. Zombie itu hanya minta ditatap dan dikenang secara runut pada setiap kejadianya yang runtut.

Jendela kamar sengaja dibuka agar angin dan cahaya saling bertukar tanda baca. Angin yang bertanda seru diharapkan menderu menyisir masa lalu. Dan cahaya yang bertanda tanya diminta untuk mencecar kenangannya yang seburam kaca mika berdebu.

Perempuan itu menepis kupu-kupu yang beterbangan di benaknya. Juga tangis tersedu-sedu yang mendadak ingin sekali dilakukannya.

Tapi tidak. Dari sepasang mata yang dipantulkan bayangan remang dari lampu baca di meja kamarnya, keluar harimau-harimau yang menggeram tak habis-habisnya. Mengusir semua kenangan tua dan calon airmata keluar paksa melalui jendela.

Perempuan itu bernafas lega menuju pembaringan. Mungkin sekarang dia bisa tidur dengan tenang setelah berhasil mengusir kenangan.

Hanya untuk mendapati tubuh masa silam telah terbaring dulu di sana. Bersiap untuk memeluknya. Dalam kebekuan yang tak terkira dinginnya.

Jakarta, 7 Februari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun