Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi│Peristiwa

17 Oktober 2018   18:04 Diperbarui: 17 Oktober 2018   19:10 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Semua hal kecil itu berharga

Ketika kau menemui orang-orang tertawa di kedai kopi. Entah mentertawakan apa. Mungkin nasib, atau mungkin juga rasa pahit, di setiap sesapan yang tak sanggup hilang secepat-cepatnya. Atau malah mereka mentertawakan pahitnya nasib yang justru berakhir bukan di ujung lidah mereka.

Kemudian kau selalu menjumpai tetesan air sisa hujan di teras rumah. Di tempat yang sama. Mengenai ujung ubin yang sama. Seolah semua kejadian akan selalu berulang jika tak ada niat apapun untuk merubahnya.

Sebuah bisikan dalam tidur kau hadapi setiap malamnya. Bisikan yang memberitahumu tentang awal mula mimpi terjadi. Bisikan itu menyuruhmu mempersiapkan diri. Tak usah berlari menghindar. Atau terbangun dengan mata nanar.

Perempuan hamil yang sedang berdoa. Kau temui keesokan harinya. Di sebuah terminal pesing yang dipenuhi rasa bising. Dalam doanya perempuan itu menyapa Tuhan. Berpengharapan. Kelak bayinya akan tumbuh menjadi hal besar. Menyelesaikan semua hal sebelum bubar.

Bunyi bel sepeda mengejutkanmu. Sebuah peringatan mungkin. Atas peristiwa yang belum terlaksana. Namun pasti akan terlaksana. Yaitu sebuah perjalanan. Kemanapun itu akan menepikan tujuan.

Jakarta, 17 Oktober 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun