Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Purnama dari Kaca

29 Agustus 2018   01:50 Diperbarui: 29 Agustus 2018   02:40 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sesaat aku pikir purnama itu terbuat dari kaca.  Sebab cahayanya menyerpih kemana-mana.  Berserakan tak ada yang mengumpulkan.  Di bawah kolong jembatan.  Gang-gang sempit perumahan.  Sawah-sawah yang kekeringan.  Emperan toko tempat para gelandangan tidur keanginan.  Sungguh sangat disayangkan.

Padahal tentu cahaya itu bisa menerangi jiwa-jiwa yang terpuruk.  Diuruk musim yang makin lama memburuk.  Ditimbun dan ditumpuk-tumpuk. Setinggi gunung sampah yang membusuk.

Purnama dari kaca mudah sekali retak.  Pecahannya berhamburan di pipi langit.  Menjadi airmata.  Dan itu bukan hujan.  Karena hujan tak pernah berduka.  Itu airmata cuaca.  Tidak berair namun mengalir sederas takdir.  Menyisakan sedu sedan bagi malam yang terlanjur bersolek.  Hendak memamerkan bulan molek.

Berikutnya aku menduga-duga.  Barangkali purnama dari kaca adalah bagian skenario langit untuk menunjukkan betapa rapuhnya sebuah fenomena. Apabila tidak dirawat dengan hati-hati.  Terutama jika lupa disirami oleh hati yang peduli.

Jakarta, 29 Agustus 2018 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun