Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi │Tumbuh Begitu Banyak Matahari

7 Agustus 2018   06:06 Diperbarui: 7 Agustus 2018   12:00 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Tribunnews.com

Di pintu itu kau berdiri. Berhenti. Melihat halaman rumah yang tiba-tiba ditumbuhi begitu banyak matahari. Kau mengusap-usap kesadaran. Benarkah ini bukan mimpi yang tersesat jalan?

Dibidani oleh pagi. Dari setiap matahari berlahiranlah anak-anak cahaya. Tergolek bertangisan. Di tanah kering kerontang. Sudah lama halaman itu memang tak kau siram.

Kau tak sengaja lupa atau sengaja melupakan. Air yang ada seringkali kau peruntukkan bagi airmata. Tak cukup lagi untuk yang lain. Semua beralih rupa menjadi kepedihan. 

Anak-anak cahaya itu berlompatan. Mengisi setiap ruang yang sebelumnya ditumbuhi bunga sepatu, kenanga dan angsoka. Menggantikan mereka dengan sukarela.  Kelak, anak-anak cahaya itu juga akan berbunga. Berakar, tumbuh dan mekar. Memerahkan kembali harapanmu yang sempat memudar.

Kau tersungkur dalam syukur. Ternyata harapan itu tak sepenuhnya luntur.  Pagi ini halamanmu dianugerahi banyak matahari. Kau hanya tinggal menanti. Pagi selanjutnya hujan juga akan tumbuh di sana. Dari rahimnya terlahir aliran mata air.  Menggantikan airmata yang kau putuskan berhenti mengalir.

Bogor, 7 Agustus 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun