Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Iklan Penggali Kubur

20 Juli 2018   03:22 Diperbarui: 20 Juli 2018   17:50 2599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: GEORGE HODAN | publicdomainpictures.net

Mata Rano terpaku menatap barisan kalimat kecil-kecil di deretan terbawah koran yang sedang dibacanya:

Dicari seorang penggali kubur yang berpengalaman untuk dipekerjakan di sebuah pekuburan modern dan komersial, ML.

ML? Rano mengrenyitkan keningnya. Hmm, mungkin ini perusahaan pemakaman komersial itu.

Tapi, wah! Ini dia! Iklan yang sesuai kualifikasinya. Sudah 2 minggu Rano kasak-kusuk ke sana ke mari mencari kerja. Susah sekali mendapatkan kerja dengan ijazah SMP dan pengalaman seadanya di kota. Meskipun sebenarnya pengalamannya cukup langka di zaman ini. Rano adalah penggali kubur handal di kampungnya. Tidak ada siapapun yang bisa menyamai keahliannya dalam menggali kubur.

Kecepatan, ketepatan dan keberanian adalah modal besar bagi Rano untuk menjadi juara penggali kubur. Bahkan tidak cuma di desanya. Rano seringkali mendapatkan panggilan dari desa-desa sekitar. Order bagi Rano tidak pernah sepi. Meskipun upahnya sebagai penggali kubur tidak ditentukan secara pasti, namun itu cukup untuk menghidupi istri dan 2 anaknya.

Tapi Rano kemudian memutuskan untuk merantau ke kota. Ada 3 hal yang melatarbelakangi Rano berani memutuskan demikian. Pertama, kebutuhan akan biaya sekolah anak-anaknya yang semakin besar. Upah menggali kubur hanya cukup untuk makan sehari-hari. Biaya sekolah selama ini tercukupi karena kedua anaknya masih kecil. Masih SD dan SMP. Tapi sekarang yang sulung sudah masuk SMA dan si bungsu masuk SMP. 

Apalagi si sulung sudah mewanti-wanti bapaknya kalau dia ingin kuliah dan tidak sekadar lulus SMA saja. Rano tergugah mendengar permintaan anak sulungnya itu. Dia tidak bisa mewariskan harta, kenapa tidak ilmu saja melalui sekolah tinggi yang kelak bisa merubah nasib mereka sendiri? Dia harus berusaha sekuat tenaga mendukung cita-cita anaknya!

Kedua, Jarno temannya mengiming-imingi upah yang tinggi kalau mau ikut dengannya di kota. Jarno menjanjikan sebuah pekerjaan bagi Rano. Kontraknya panjang, begitu kata Jarno. Rano langsung berhitung dalam hati begitu mendengar ajakan Jarno. Rasanya itu bisa ditabung sebagai biaya kuliah anaknya nanti.

Ketiga, ini yang sebenarnya menjadi dorongan terkuat Rano untuk berhenti segera menjadi penggali kubur. Akhir-akhir ini dia sering mendengar suara-suara yang aneh di telinganya begitu dia selesai menggali sebuah kuburan dan jenazah selesai dimakamkan. Bahkan sampai terbawa ke dalam mimpi!

Rano bukan seorang penakut. Tapi suara-suara itu sangat mengganggunya. Rintihan nyeri, jerit kesakitan, desah mohon pengampunan, suara ketawa parau tergelak-gelak, dan masih banyak lagi. Apalagi ketika Rano selesai menggali kubur untuk Mak Lamnah.

Wanita tua yang selama ini dituduh sebagai dukun teluh di kampung tetangga itu meninggal dengan cara tak wajar. Mayatnya ditemukan mengapung di sumur belakang rumahnya yang terpencil. Setelah beberapa hari baru ditemukan dan lalu dievakuasi untuk dimakamkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun