Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pasak Cinta untuk Sang Drakula (Bagian 1 dari 3 Bagian)

19 Juni 2018   12:50 Diperbarui: 19 Juni 2018   12:58 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak turun dari taksi, Sania ragu-ragu.  Gang di depannya ini sangat sempit.  Dan juga gelap.  Hanya terlihat samar lampu di sudut jauh.  Apakah besok saja dia bertandang ke rumah Sonya?  Tapi dari suara yang begitu mendesak dan kesakitan di telepon tadi, tak mungkin kedatangannya ditunda.  Sahabatnya itu sangat membutuhkannya.

Sania menetapkan hati.  Berkali-kali dia telah mendatangi rumah Sonya.  Tidak pernah terjadi apa-apa.  Meskipun dia memang selalu berkunjung di siang hari.  Ini pertama kalinya dia berkunjung saat malam.  Sania sama sekali tak menyangka.  Di siang hari, gang ini begitu ramai oleh anak-anak dan sliweran sepeda.

Ataukah karena ini memang sudah terlalu malam.  Sehingga orang-orang lebih memilih meringkuk dalam rumah daripada keluyuran?  Hmm, bisa jadi.  Sania melirik jam tangannya.  Pukul 22.00.

Gadis cantik ini menguatkan tekad.  Kakinya melangkah memasuki gang Sang Pangeran.  Begitu nama gang tersebut.  Entah dengan alasan apa dinamakan demikian.  Padahal jelas-jelas tidak tepat dinamakan begitu.  Lebih pantas jika ini disebut gang Jelata atau apa begitu yang menggambarkan betapa kumuhnya.

Rumah Sonya ada di ujung gang yang buntu ini.  Persis sebelum tembok tinggi yang memisahkan pemukiman kumuh ini dengan perumahan mewah di sebelahnya.  Sebuah paradoksal perkotaan yang umum terjadi di kota urban.

Sania merasa sudah melangkah dengan hati-hati.  Tapi tetap saja beberapa kali dirinya tersandung sesuatu dan hampir jatuh.  Aiihh ini gang atau gua sih?  Sania menggerutu sambil menyalakan layar hapenya untuk menerangi jalan di depannya.

Sejenak hati Sania tercekat.  Bersamaan dengan nyala layar tadi dia merasa ada sebuah bayangan di depannya.  Namun menghilang dengan cepat. Sampai Sania tidak yakin dengan penglihatannya sendiri.  Aah barangkali itu bayangan dari pikiranku yang menciptakan ketakutan.  Sania menyimpulkan.  Untuk menghibur diri tentu saja.

Gadis ini hampir berniat mengangkat hape untuk menelpon Sonya.  Tapi sahabatnya itu tadi mewanti-wanti jangan sekali-kali bermain hape di gang rumahnya.  Takut jambret katanya.  Tapi sekarangpun aku bermain hape dengan menyalakan layarnya untuk penerangan.  Sania merasa bodoh dan geli.

Belum juga setengah perjalanan dari jarak yang harus ditempuh.  Bayangan itu berdiri tepat di hadapannya!  Sania terlonjak sekaget-kagetnya.  Mengerjapkan mata beberapa kali siapa tahu itu masih permainan pikirannya.  Bayangan itu masih ada!  Dalam ketakutannya Sania bersiap.  Lari atau berteriak.  Itu saja pilihan yang ada.

"Mau kemana malam-malam begini teteh?" bayangan itu menyapa.  Herannya, tidak seperti yang diduga Sania, suaranya begitu lembut dan bulat.  Bukan berat, serak dan basah.  Seperti yang digambarkan di film-film tentang suara bajingan atau penjahat.  Separuh ketakutan Sania menghilang.

Lagipula logatnya lucu.  Meuni nyunda kitu.  Hihihi.  Sania mengikik dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun