Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Negeri Para Pemberani

18 Agustus 2017   06:15 Diperbarui: 18 Agustus 2017   07:19 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Fajar tertatih datang. Sebelah kakinya agak pincang.  Tergelincir saat mengejar kejora yang sama sekali tidak mau bergeser dari tempatnya karena ingin memberikan gemerlap yang agak lebih lama kepada negeri yang telah melahirkan putera sang fajar. 

Negeri yang setengah dicintainya karena setengahnya lagi ternyata mesti dalam bentuk hardikan, bukan cinta.  Hardikan bukan karena benci tapi lebih pada pengingat bahwa dunia sedang bergerak dengan sangat cepat, jangan terlambat, dan jangan sampai tersekat sekat oleh perbedaan yang sengaja ditiupkan oleh para pembenci yang dengki dan sakit hati.

Semburat merah menerobos kecemerlangan warna putih milik kejora.  Dua warna yang seolah berkelahi memperebutkan bumi padahal sesungguhnya sedang saling menguatkan hati sekaligus juga menyatukan mimpi. 

Memberi kekuatan pada negeri ini butuh energi yang hitungannya adalah setengah mati.  Tapi kejora dan fajar sama sama yakin pada negeri ini yang telah dituliskan para laksamana dan jenderal sebagai negeri para pemberani.

Jakarta, 18 Agustus 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun