Selebihnya biasa saja. Â Hari ini yang istimewa adalah ketika udara melelehkan dirinya untuk mengibarkan sebuah bendera. Â Bendera dengan warna sederhana. Â Warna darah dan tulang.Â
Bendera itu bergerak sembarangan di angkasa. Â Tergantung ke arah mana angin sedang menuju. Â Tapi tidak pada pendiriannya. Melindungi tanahnya yang coklat kehitaman karena seringnya dijamah letusan gunung api. Â Melindungi airnya yang keruh kecoklatan karena bercampur lumpur namun cukup hangat untuk berkumur.
Waktu angin memutuskan kelelahan dan berteduh sejenak dari sengatan panas, bendera itu seolah tunduk dan kuyup. Â Jangan keliru menafsirkan. Tunduk dan kuyupnya adalah bersiaga. Â Bertiarap namun tidak gagap. Â Termenung tapi siap mengaum. Â Diam dan seketika bisa menerkam. Â Para penyamun berhati lanun yang selalu mengintai jika lalai.
Sang Bendera memang tidak dikibarkan setiap hari. Â Tapi jelas ada di hati. Â Tidak diupacarakan setiap tanggal. Â Tapi pasti bukan sebuah rasa cinta yang gagal.
Jakarta, 17 Agustus 2017