Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Laksamana Cheng Ho Sang Penemu Benua

31 Agustus 2015   13:15 Diperbarui: 31 Agustus 2015   13:15 8913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 1421 Armada Cina dengan ribuan kapal raksasanya telah memulai penjelajahan menjangkau ujung-ujung bumi yang lain, jauh sebelum penemu benua dari bangsa Eropa dan bangsa-bangsa lain memulainya. Dengan membawa misi damai, mereka berangkat ke seluruh dunia, berpuluh-puluh tahun sebelum hal itu terpikirkan oleh para penemu benua dari Eropa. Bahkan satu abad sebelum Colombus mengelilingi dunia, orang Cina sudah lebih dulu memulainya. Siapa yang memimpin Armada besar Cina menjelajahi dunia pada masa itu? Dialah Cheng Ho, seorang nahkoda muslim yang membawa pesan perdamaian dan toleransi dalam setiap pelayarannya ke berbagai tempat di dunia. Kali ini, saya ingin menulis kisah Cheng Ho ini dengan sudut pandang sedikit berbeda dari kisah-kisah mengenai Cheng Ho yang dapat kita baca dari berbagai ragam buku sejarah. Saya berkeinginan menulis kembali tentang si Cheng Ho ini, sebetulnya adalah karena untuk kesekian kalinya saya menyempatkan diri berkunjung ke Semarang, dan lagi-lagi Kelenteng peninggalan Cheng Ho mesti saya kunjungi, namanya Sam Poo Kong. Maka terbesitlah keinginan untuk kembali menuangkan kisah Cheng Ho ini lewat tulisan. Kalau tulisan ini lumayan panjang, karena memang butuh kedalaman untuk dapat meresapi kisah Cheng Ho ini.

Menurut catatan sejarah, Cheng Ho lahir tahun 1371 di desa He Dai di provinsi Yunnan. Nama yang pertama kali diberikan orang tuanya pada saat lahir adalah Ma He. Ayahnya adalah seorang petugas desa, dan keturunan mereka berasal dari suku Hui yang dikenal kebanyakan adalah beragama Islam. Sewaktu muda, ayahnya si Cheng Ho (Ma He) itu sudah pernah naik haji, dan sejak kecil pun Cheng Ho sudah diajari bahasa Arab sampai mahir. Mereka adalah muslim yang taat dan berjiwa besar.

Semasa Cheng Ho kecil, pemerintahan Cina dikuasai oleh bangsa Mongol. Namun pada masa itu rupa-rupanya telah terjadi banyak pemberontakan terhadap suku Mongol, dan salah satu yang terhebat adalah pemebrontakan Zhu Yuanzhang di sekitar tahun 1352. Akhirnya, pemberontakan tersebut membuahkan hasil juga, alhasil pada tahun 1368 Zhu Yuanzhang berhasil menguasai Ta-Tu, ibukota Mongol. Setelah berhasil mengusir penguasa Mongol, maka dengan segera Zhu Yuanzhang mengangkat dirinya menjadi kaisar baru, dan tentu saja ia juga mendirikan dinasti baru, yang kemudian diberi nama Dinasti Ming. Pada saat menjadi kaisar, Zhu Yuanzhang memiliki seorang anak bernama Zhu Di. Anak inilah yang kelak akan membuat banyak perubahan besar di Cina, bersama-sama dengan Ma He alias Cheng Ho.

Bertahun-tahun kemudian, di usia yang masih sangat muda yaitu 21 tahun, Zhu Di sudah memimpin pasukannya untuk menyerang pusat kekuatan Mongol yang masih cukup kuat di Yunnan saat itu. Ia ditugasi ayahnya untuk maju pada setiap pertempuran hebat. Yunnan sendiri adalah tempat dimana Cheng Ho dan seluruh keluarganya tinggal. Pada penyerangan tersebut semua tentara dewasa Mongol dibunuh, lalu kemudian para tawanan anak-anak sebagian besar dikebiri dan diharuskan untuk ikut ‘wajib militer’ pada saat itu. Entah sebagai tentara Cina, ataupun harus menjadi pelayan di kekaisaran dan di istana. Salah seorang anak yang ditawan dan dilatih adalah si Cheng Ho ini. Kelak anak ini juga akan menjadi orang terlatih dan kepercayaannya Zhu Di, bersama-sama mengubah Cina dan meninggalkan nama besar untuk dikenang dunia. Cheng Ho dibawa ke rumah Zhu Di ketika ia baru berusia 12 tahun. Di rumah itu ia lantas dijadikan pelayan. Saat itu Zhu Di sudah berusia 23 tahun dan telah diangkat menjadi Pangeran Yen, lalu dialah yang memerintah di Provinsi Utara Cina di ibu kota Mongol terdahulu yaitu Ta-Tu, dan kemudian dalam perjalannnya ia mengganti nama kota tersebut menjadi Beijing. Kemanapun Zhu Di pergi, Cheng Ho selalu diajaknya. Cheng Ho bertumbuh semakin besar dan menjadi kepercayaannya Zhu Di. Ia ikut dalam banyak pertempuran dan belajar tentang banyak hal. Ia tumbuh menjadi pemuda tampan dan gagah perkasa.

Seiring berjalannya waktu, banyak masalah mulai muncul dalam kehidupan Zhu Di. Masalah terberat adalah ketika pihak kekaisaran yang tidak lagi menyukai Zhu Di sangat ingin menangkapnya hidup-hidup. Hal ini terjadi ketika ayahnya yang mantan kaisar itu sudah meninggal dunia, dan yang menjadi kaisar setelahnya adalah saudara tirinya sendiri. Pada saat itu ia memang sudah mendapat informasi bahwa pihak istana mengincar untuk segera menangkap dirinya. Atas nasehat orang-orang kepercayaannya akhirnya ia menyamar sebagai pengemis dan gelandang untuk supaya dapat terhindar dari kejaran pasukan kekaisaran. Hal ini tidak bisa diterima akal sehatnya, dan tentu saja kejadian tersebut membuat amarah meluap dalam diri Zhu Di. Bayangkan saja ayahnya adalah mantan seorang kaisar, namun setelah ayahnya meninggal ia lalu diperlakukan seperti itu. Sikap hatinya tidak menerima diperlakukan seperti itu, ia pun berpikir untuk melakukan sesuatu.

Singkat cerita ia pun mempersiapkan pasukannya secara diam-diam untuk menyerang kekaisaran. Cheng Ho sendiri, sebagai orang kepercayaan Zhu Di saat itu sudah mempersiapkan sekitar 800 laki-laki yang diperlengkapi dengan senjata dan baju besi. Mereka siap menyerang istana kapan saja diperintahkan. Namun rupa-rupanya persiapan mereka sudah tercium oleh Sang Kaisar baru, Zhu Yunwen. Kaisar baru itu pun tentu saja tidak tinggal diam, ia memerintahkan dan mengirim sekitar 500.000 pasukan untuk menumpas Zhu Di, saudara tirinya itu. Dalam perjalanan mereka menuju Beijing, cuaca dingin menjadi penghambat utama, dan oleh karena kurang persiapan maka ada banyak pasukan Zhu Yunwen yang mati kedinginan. Sesampainya mereka di Beijing, kedatangan mereka langsung saja disambut pasukan Zhu Diyang sudah siap sedia. Pasukan Zhu Di memenangkan pertempuran itu dengan mudah.

Lima tahun kemudian Zhu Di menyerang ke Nanjing, dan dengan segala kekuatan yang pasukannya miliki ia kemudian berhasil merampas istana. Setelah perampasan itu ia lalu mengangkat dirinya menjadi kaisar dengan gelar Yong Le. Belum berapa lama menjadi kaisar ia langsung mengangkat orang-orang terdekatnya untuk menjadi abdi-abdi kepercayaan di istananya, termasuk Cheng Ho tentunya. Cheng Ho bahkan diangkat menjadi kepala rumah tangga istana. Sebetulnya nama Cheng Ho berawal dari pemberian nama oleh Zhu Di setelah dia menjabat kaisar. Sebelumnya nama yang dipakai tetaplah Ma He sampai suatu ketika nama Cheng Ho itu diberikan, tatkala Zhu Di sudah resmi menjadi kaisar. Kita semua mungkin hanya mengenalnya sebagai Cheng Ho saja.

Cheng Ho dan Pelayarannya

Dalam menjalankan pemerintahannya, maka Kaisar Zhu Di sangatlah menekankan prinsip persahabatan dengan bangsa-bangsa lain. Tetapi ia juga punya mimpi besar untuk dapat memperkenalkan Cina sampai ke ujung bumi. Salah satu ambisi besarnya adalah untuk memiliki armada laut yang besar serta kuat, dan armada tersebut kelak akan dikirim sampai ke ujung bumi, untuk menemukan benua-benua lain. Cheng Ho diangkat menjadi kepala komandan salah satu armada perangnya. Misi besar tersebut harus terlaksana. Cheng Ho juga dipilih untuk menuntaskan misi besar itu. Persiapan besar pun segera dilakukan. Atas komando dan pimpinan Cheng Ho maka pasukan Zhu Di dapat membuat sekitar 250 kapal harta, 1350 kapal prajurit, 1350 kapal tempur, 400 kapal barang, dan ratusan kapal kecil dan besar lainnya. Ini semua akan dipakai untuk mewujudkan mimpi besar Kaisar Zhu Di atau Yong Le tersebut. Setelah siap, dimulailah pelayaran pertama armada besar Cina itu. Dan tentu yang memimpin pelayaran itu adalah Laksamana Cheng Ho. Ia tak lupa juga mengikutsertakan para penulis, termasuk penulis hebat kenalannya. Penulis yang kelak akan mengabadikan apapun yang terjadi dalam perjalanan tersebut lewat tulisan-tulisannya. Penulis kenalan yang dipakai Cheng Ho menemani dirinya bernama Ma Huan.

Nah, sebelum melakukan perjalanan panjang dan penuh resiko itu, Cheng Ho menyempatkan diri untuk kembali ke Yunnan demi menyambangi makam ayahnya di sana. Cheng Ho memang sangat mengagumi sosok ayahnya itu. Di atas nisan pada makam ayahnya, Cheng Ho pun menulis demikian, “…Ayah Ma tidak tertarik pada kekuasaan ataupun kedudukan. Ia puas hidup seperti orang kebanyakan. Juga berani dan tegas dalam kehidupan sehari-hari. Ketika ia menemukan mereka yang tidak beruntung, ia secara rutin menawarkan mereka perlindungan dan bantuan…” Setelah itu, ia langsung kembali untuk segera menyiapkan perjalanan panjang mengarungi samudera.

Apa tujuan lain ekspedisi Cheng Ho ini sebetulnya? Banyak. Ada ambisi niaga, ekspansi diplomasi politik dan kebanggaan teknologi Tiongkok di bidang maritim, kedokteran, farmasi, pangan, tekstil dan keramik. Tetapi sebenarnya tujuan paling utama dan dhasyat dari Cheng Ho sendiri adalah “Bangsa-bangsa lain kami temui” seperti yang tertulis di atas prasastinya. Juga tentunya, “Budaya-budaya bangsa lain kami pelajari”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun