Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Artikel Utama

[Dongeng] Permintaan untuk Turun Kembali ke Gelanggang

10 April 2017   13:05 Diperbarui: 10 April 2017   23:30 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berduyun-duyun di depanku mereka menghadap, sowan. Pandangan mata penuh dengan wajah sendu dan sayu. Saat ini aku berada di ibu kota negeri karena sesuatu hal yang membuat aku harus ada di sini, terpaksa tinggal. Dan saat aku mulai merebahkan badan mereka datang.

"Maksud kalian?"

"Gusti ratu, bukankah Gusti Ratu memahami bahwa kami membutuhkan pengayoman yang bisa membuat kami hidup tenang dan nyaman, yang membuat kami bisa hidup dengan tenang dan saling berdampingan".

"Lalu apa hubungannya dengan aku, bukankah kalian bisa menentukan hidup sendiri? Jangan terlalu berlebihan, semua bisa berjalan sendiri-sendiri dalam dunia masing-masing"

"Gusti, bukankah Gusti bisa melihat apa yang terjadi selama Gusti tidak pernah melihat kami!" Dalam jagad bathin mereka mengajak berkeliling. Terlihat di sana-sini para penghuni jagad bathin tanpa malu-malu berebut kekuasaan, saling mengejek, saling menyombongkan diri dan saling merendahkan. Semua merasa yang paling mampu, yang paling bener, yang paling hebat dan berusaha merebut puncak kekuasaan dengan segala cara, kejam dan rendah. Tak ada lagi martabat dan tak ada lagi etika, tak ada lagi saling asih, asah, dan asuh. Semua berjalan dengan caranya masing-masing, yang keras dan kasar akan menguasai dunia bathin, yang adigang, adigung dan adiguno menjadi penguasa. Tegakah Gusti melihat semua ini?"

Aku memandang berkeliling, tidak salah apa yang disampaikan mereka, mahluk yang tinggal di ibukota negeri ini. Saat aku masih sering mengunjungi mereka, dan sesekali menyapa, dunia bathin tidak seriuh ini. Ibarat seorang anak ditunggui oleh ibunya, ibarat seorang warga dijaga oleh pemimpin yang diseganinya, membuat mereka menjadi sungkan untuk berbuat kekacauan. Dunia bathin hidup berdampingan dengan saling menjaga, jarang terjadi kekisruhan, apalagi kekacauan. Sesekali terjadi perselisihan karena perbedaan pendapat adalah hal yang sangat biasa, tetapi sepertinya kali ini tidak begitu. Mahluk-mahluk bergerak tanpa rasa malu, kejam dan jahat. Bahkan ada mahluk yang sangat besar berwarna abu-abu yang suka menghasut dan culas, seakan-akan tidak peduli lagi dengan kekacauan yang terjadi ini akan menyusahkan rakyat-rakyat kecil dan banyak.

Tidak mudah didudukkan sebagai pengayom, banyak piranti yang harus digenapi, banyak hal yang harus selalu dilakukan. Belum cukup sampai disitu, masih harus berani melawan angkara murka, menjaga ketentraman dan kerukunan dunia jagad bathin, tegas, netral dan adil. Memahami dan mengayomi, menentramkan dan mendamaikan. 

Aku melihat  ke dalam diriku sendiri, bathin porak poranda, luka di sekujur tubuh menyisakan cacat di bagian kepala dan dadaku. Menjadi tidak utuh, menjadi tidak teliti dan banyak kelemahan di sana sini, aku benar-benar pada kondisi yang sangat lemah. Tetapi sepertinya mereka tidak mengerti. Begitulah namanya mahluk, lebih banyak yang memikirkan dirinya dan keinginannya, sedikit memahami orang. Aku hidup sendiri, dan hanya mampu mengobati diri sendiri, berjuang sendiri dengan segala keterbatasanku, tanpa ada yang memahami keadaanku. Mereka yang biasa aku bantu sudah mukti dan lupa dengan sekelilingnya. Kehidupan yang bermakna saling menjadi hilang, berganti menjadi apa yang bisa mereka dapatkan. Bukan lagi kebersamaan, tetapi sudah menjadi aku dan kamu semuanya untukku, hanya untukku. 

Dalam daphukan sebagai penjaga negeri, pengukuhan di jagad bathin, pemimpin tanpa tahta, penguasa tanpa mahkota, tanpa harta dan tanpa istana, sungguh menjalankan tugas ini hanyalah sebuah kewajiban dengan beritikad sebuah keiklasan untuk kebaikan semesta. 

Aku tahu yang sedang terjadi, tetapi aku sangat tak berdaya, kekuatanku habis. Kali ini aku harus hidup untuk diriku sendiri, menutup mata dan telinga. 

Aku tidak memungkiri bahwa banyak hal yang terjadi di dunia bathin membuat jagad bathin  bergemuruh, putaran negeri dan kehidupan tanpa penjaga bagaikan sebuah keadaab di rimba belantara nan ganas, kejam tanpa hati. Manusia-manusia menjadi beringas, haus akan tahta dan kekuasaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun