Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bisakah Kita Memaafkan Sesuatu yang Tidak Termaafkan?

31 Juli 2019   16:55 Diperbarui: 31 Juli 2019   17:04 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
buku "Forgiving the Unforgivable: Menyembuhkan Luka Memupuk Welas Asih" (dokumentasi pribadi)

"Gue salah nggak sih, Mei?" tanya seorang teman sambil sesenggukan.

"Gue rasa enggak," jawabku sambil mengusap pundaknya. Sesekali, aku menoleh kanan kiri.

Bukan apa-apa, saat itu kami sedang berada di kafe dengan beberapa orang pengunjung. Aku khawatir kalau-kalau ada yang kepo. Temanku itu, punya masalah dengan suami dan mertuanya. Selama berbulan-bulan dia bersikap tidak ada apa-apa. Sayangnya, batinnya jadi tertekan karena suami dan mertuanya bersikap seolah tidak punya salah padanya. Sampai akhirnya, dia jujur pada suami dan mertuanya kalau dia merasa terluka oleh sikap mereka.

Entah bagaimana respon suami dan mertuanya, kini temanku malah merasa menyesal telah mengungkapkan tekanan batinnya. Aku kemudian teringat dengan kata-kata bapakku, "kalau kamu memutuskan untuk mengatakan sesuatu hal pada seseorang, terutama kalau hal itu tidak menyenangkan, kamu harus siap dengan segala macam reaksi mereka."

Nampaknya, saat mengungkapkan tekanan batinnya, temanku punya sebuah ekspektasi. Jadi ketika kenyataan berkata lain, dia kemudian menyesal.

"Memaafkan itu nggak pernah mudah," lanjutku. "Kamu nggak perlu memaksakan. Menurutku, kamu sudah bersikap baik pada dirimu dengan jujur. Yang perlu kamu lakukan sekarang adalah meredakan amarah dan menyelesaikan masalah."

"Gue masih belum bisa maafin mereka..." kata temanku.

"Gak apa-apa," jawabku. "Tapi luka hati kamu harus sembuh. Buat kebaikan kamu juga."

Temanku mengangguk.

Betapa bijaksananya aku, nggak sih bilang kayak gitu? Padahal aku sendiripun sedang berusaha meredakan amarah dari sesuatu yang belum bisa aku maafkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun