Mohon tunggu...
Mutiara Me
Mutiara Me Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya

Belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kartini Masa Kini: Mau Sekolah Tinggi (Masih) Dibully

21 April 2017   17:14 Diperbarui: 22 April 2017   13:00 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita tahu program doktor (Strata 3) adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang ada, dan sifatnya tersier, mungkin bisa dibilang sangat tersier. Tidak banyak orang yang mempunyai kesempatan meraih gelar ini, karena faktor biaya yang utama, lalu kemampuan, dan kesempatan. Kalau biaya sih sudah pasti harus ada untuk memasuki bangku pendidikan formal, kecuali kita mendapat beasiswa. Kemampuan untuk berkualifikasi menjadi mahasiswa doktor bisa diasah. Nah faktor kesempatan ini yang sering masih dipengaruhi oleh gender. 

Program doktor ini banyak didominasi oleh pria, untuk meskipun untuk jurusan tertentu banyak juga sudah didominasi oleh wanita. Betul, sekarang sudah banyak 

"Ah banyak banget kok sekarang wanita jadi mahasiswa S3." mungkin itu dalam benak seseorang. Memang sekarang ini wanita mendapat lebih banyak kesempatan untuk menapaki jenjang lebih tinggi dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Namun taukah bila dibalik itu mereka masih kerap dibully? Iya, jika belum menikah, maka meskipun seorang wanita susah payah mendapat beasiswa 

Menurut berbagai wawancara informal (alias ngobrol) yang saya lakukan terhadap para lulusan PhD dalam Social Science, jarak perbedaan tingkat kesulitan dan load pekerjaan antara jenjang S2 ke S3 itu sangat lebar, dibandingkan dari S1 ke S2. "Pokoknya ngga terbayangkan, kalau belum pernah benar-benar nyemplung." kata A.  

Banyak orang, bahkan mahasiswa PhD sendiri, tidak bisa membayangkan apa yang dikerjakan seseorang yang mengambil program doktor. Banyak juga yang mengira mereka yang sudah mendapatkan gelar tersebut berarti sangat pandai. 

Jadi syarat utama seorang doktor sebenarnya adalah keinginan untuk merenungi, memahami, meneliti, dan menghasilkan suatu inovasi terhadap sebuah objek. Mereka akan mempelajari, merenungi dan melakukan penelitian untuk menemukan hal/ masalah, yang bagi orang lain sebenarnya masalah itu tidak ada, tapi mereka (harus) mempunyai kemampuan untuk "melihat" masalah yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Setelah itu, mereka melakukan usaha, penelitian untuk mencarisolusi / jalan keluar dari hal / masalah yang dicoba untuk dilihatnya tadi. Oleh karena itu seorang peneliti di program doktor perlu mendalami suatu hal dengan sangat dalam. Karena dengan kedalaman itu mereka bisa melihat masalah mendasar dan menarik benang filsafatnya untuk menyumbangkan ke body of knowledge. 

Jadi inti dari penelitian yang baik adalah kemauan, panggilan hati, jiwa seorang peneliti untuk ilmu pengetahuan. Banyak orang mengira tujuan seseorang meneliti adalah untuk memeroleh gelar, untuk kepentingan pribadi... Yah banyak orang yang begitu. Namun jika tidak ada keinginan mendalam dan panggilan hati maka penelitiannya pun tidak dalam, dan tidak dapat berkontribusi banyak pada ilmu pengetahuan. Contoh ada teman orang Jepang, dia meneliti tentang masyarakat di Afrika. Ia tidak bisa berbahasa Swahili, tidak mempunyai dana penelitian, namun panggilan hati dan jiwanya ingin meneliti mengenai hal itu. Tentu saja setelah ia membaca banyak   

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun