Mohon tunggu...
MHari Subarkah
MHari Subarkah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Forest Redemption

25 April 2017   18:53 Diperbarui: 26 April 2017   04:00 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andy Dufresne adalah seorang bankir yang dituduh membunuh istri dan pacar selingkuhannya. Semua bukti menuju padanya, sehingga ia dipenjara 2 kali seumur hidup, untuk masing-masing korban. Yang terjadi, pembunuh sebenarnya bebas saat Andy menjalani hukumannya. Selama di penjara, ia sering mendapatkan perlakuan kejam dari sipir maupun kepala penjara. Tapi karena keahliannya sebagai finansial engineer, ia dimanfaatkan para sipir untuk mengutak atik laporan pajak maupun penasehat keuangan keluarga beberapa diantaranya. Ia juga dimanfaatkan oleh kepala penjara untuk melakukan kejahatan pencucian uang. Tapi dengan cerdiknya, setelah 20 tahun masa tahanannya, ia berhasil melarikan diri dan membawa jutaan dolar uang hasil kejahatan kepala penjara ke luar negeri.

Dalam hukum dikenal adagium; “lebih baik melepaskan 1000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang tak bersalah”. Meskipun pada kenyataannya di masyarakat membebaskan 1000 orang bersalah sangatlah berbahaya. Ada 1000 kemungkinan 1000 tindak kejahatan lain akan terjadi karena membebaskan 1000 orang bersalah. Atau mungkin ada 1000 prinsip hukum yang dilanggar akibat pembebasan 1000 orang bersalah tadi. Tapi bukan itu poin utamanya. Justru dengan menghukum 1 orang tak bersalah, maka prinsip, asas, kaidah atau norma hukum itu sendiri yang dilanggar. Dan ini tentu saja juga sangat berbahaya.

Dan seperti Andy Dufrense, hutan beserta biodiversitasnya adalah sosok tidak bersalah yang karena nilai ekonomi yang melekat, maka ia diperlakukan sebagai terpidana yang bisa diperlakukan seenaknya. Ia bukan sumber daya yang layak diperlakukan terhormat dengan segenap kemampuan engineering-nya mengatur bumi menjadi tempat yang aman dan nyaman ditinggali manusia. Tidak, hutan adalah sosok bersalah yang layak dihukum sesuai kehendak, layaknya sang sipir menyiksa Andy maupun terpidana lainnya.

Andy dan hutan adalah rasa takut atas ketidaknyamanan hidup tanpa harta berlimpah. Maka ia layak dieksploitasi. Yang diperlakukan untuk memuaskan keinginan memiliki banyak hal. Maka ia layak ditindas. Yang dipandang hanya sebagai penghalang kemajuan pembangunan. Maka ia layak disingkirkan. Yang dilihat semata sebagai aset ekonomi. Maka ia layak divaluasi rendah. Yang dilabeli sebagai penghalang tumbuhnya industri. Maka ia layak dipandang sebelah mata. Yang dipandang tidak sejalan dengan paham ekonomi baru yang memaksimalkan keuntungan. Maka ia layak diinjak, diletakkan ditempat terendah, tidak dipedulikan, kemudian dihinakan.

Realita dalam 2 dekade terakhir, kecepatan konversi hutan Indonesia berkisar pada angka 800.000 sampai dengan 1 juta hektar, tergantung metode penghitungannya. Sebagian besar terjadi di luar pulau Jawa, karena hutan di Jawa sejujurnya sudah habis. Hutan dimaksud tentu saja dalam sudut pandang ilmu kehutanan dimana pada luasan 0,5 ha atau lebih yang berisi kumpulan pohon dan keanekaragaman hayati lain.

Meskipun jangan pula semata melihat dari sudut pandang ilmu kehutanan, karena hutan juga merupakan sekumpulan lahan untuk pembangunan manusia. Namun tidak bisa dipungkiri, rasa takut muncul dibanyak orang atas keseimbangan lingkungan untuk kesejahteraan para pelaku pembangunan. Kesejahteraan yang tidak semata dipandang pada tingginya ekonomi masyarakat, tapi kesejahteraan dalam arti sebenarnya sebagai manusia. Manusia yang membutuhkan lingkungan lebih baik, lebih sehat. Lingkungan yang memanusiakan lingkungan dan lingkungan yang manusiawi.

Andy dan hutan juga adalah harapan. Dengan cerdiknya ia menyiapkan segala sesuatu sampai masa kebebasan itu datang. Masa dimana ia membawa cara pandang baru sesuai dengan kondisinya dan kodratnya. Cara pandang baru yang Andy dan hutan pahami. Bukan cara pandang baru yang manusia pahami.

Harapan seperti yang telah terjadi di pulau Jawa, dimana tutupan hutan justru bertambah dalam 5 tahun terakhir. Paradoks atas kenyataan Jawa sebagai sentra lebih dari 60% pembangunan Indonesia. Harapan yang muncul setelah rasa takut berkali-kali datang, bencana alam. Sebut saja banjir, tanah longsor, kekeringan, tingginya harga kayu dan burung peliharaan, atau klaim punahnya harimau jawa. Ya, harapan itu telah ada, dan terus tumbuh menguat. Tapi menjadi ironis, manakala harapan itu muncul setelah datangnya rasa takut. Bukankah seharusnya harapan itu muncul karena pengetahuan dan kesadaran yang lebih tinggi sebagai makhluk yang mengaku beradab..???

Tapi, okelah. Tak mengapa juga. Toh saat ini kita sudah banyak belajar, meskipun munculnya berbarengan dengan penyesalah atas perbuatan masa lalu. Karena kadangkala penyesalan adalah cara paling ampuh untuk bisa melangkah lebih maju. Penyesalan atas biaya perbaikan lingkungan yang sedemikian tinggi, penyesalan atas kehilangan harta benda dan jiwa sedemikian banyak, atau penyesalan atas tingginya nilai ekonomi sumber daya hutan yang dulu dihargai murah dan disia-siakan.

Kenyataan saat ini harga kayu sonokeling per kubiknya 2 kali lipat dari harga 10 tahun yang lalu. Harga yang atas nama devisa kemudian memunculkan kebijakan ekspor kayu besar-besaran. Harga burung emprit atau prennjak yang terus merangkak naik, padahal tidak ada seorangpun mau membayarnya 10 tahun lalu. Harga pemandangan alam dan hutan pe malam mencapai ratusan ribu atau jutaan, dimana dulu tidak ada yang mempedulikan. Semuanya muncul setelah penyesalan datang.

Manusia memang terlalu sibuk menikmati hidup, meskipun kenyataannya lebih sering menjalani kesengsaraan. Kesengsaraan harus mengeluarkan banyak uang untuk menikmati udara segar dibandingkan polusi perkotaan. Terlalu sibuk menikmati kesengsaraan udara ruangan tertutup ber-AC dibandingkan udara segar penuh oksigen dari jendela yang terbuka. Terlalu sibuk sengsara menggunakan air filterasi dibandingkan air tanah segar yang bisa diambil dari halaman. Terlalu sibuk sengsara untuk menikmati kicau burung di hutan jauh dibanding menanam pohon dan memancing datangnya satwa liar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun