Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Sumber Tetek Warisan Bangsa yang Terabaikan!

20 November 2013   13:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:54 4027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_303221" align="aligncenter" width="500" caption="Seperti ini Candi (petirtaan) Sumber Tetek itu"][/caption]

Setelah tidak berhasil melihat dari dekat kondisi yang sebenarnya kamar (ruangan) Rusunawa Puspo Agro karena tidak mendapatkan ijin dari satpamyang angker itu, saya putuskan kembali ke Gresik. Namun belum jauh kami meninggalkan Puspa Agro, sang istri mengusulkan agar saya melanjutkan perjalanan menuju Gempol-Pasuruan saja.

[caption id="attachment_303223" align="aligncenter" width="389" caption="Papan nama Candi Sumber Tetek"]

13849438141982763358
13849438141982763358
[/caption] Mengapa demikian ? sebab jauh-jauh hari saya memang punya rencana untuk mengunjungi kekunoan di daerah Gempol-Pasuruan itu. Di sana menjadi tempat “Candi Sumber Tetek” (Candi Belahan)yang diperkirakan menjadi warisan Prabu Airlangga dari Kerajaan Kahuripan (Kediri). [caption id="attachment_303224" align="aligncenter" width="500" caption="Pak Astono, juru pelihara Candi Sumber Tetek"]
13849438571152077983
13849438571152077983
[/caption] Rasa kecewa akhirnya terobati. Meski cuaca kurang bersahabat, maklum sudah mulai masuk musim hujan. Namun tak menghalangi hasrat kami untuk tetap menjelajah. Tanpa banyak pertimbangan kendaraan saya pacu menuju Kecamatan Gempol di Pasuruan. Untuk sampai ke kawasan Gempol, perjalanan bisa diawali dari pusat Kota Sidoarjo menuju jalan raya Surabaya-Malang. [caption id="attachment_303225" align="aligncenter" width="500" caption="Panorama persawahan sistem bertingkat di kawasan menuju Candi Sumber Tetek"]
13849439401077922203
13849439401077922203
[/caption]

Sesampai di kawasan Apollo Surabaya-Malang kendaraan kami pacu perlahan. Sesuai informasi yang saya terima, dari pom bensin di kawasan Apollo itu sekitar 30 meteran terdapat jalan menuju Candi Sumber Tetek. Ada penanda jalan menuju candi meski ukurannya kecil.

Mulai dari Jalan Raya Apollo Surabaya-Malang sampai Desa Jeruk Purut jalan yang kami lalui masih mulus. Berkendarapun terasa nyaman. Suasana mendung tapi tidak hujan dipadu sejuknya udara pegunungan menjadikan perjalanan kami tidak melelahkan.

[caption id="attachment_303226" align="aligncenter" width="500" caption="Jalanan dengan trekking berbahaya menuju Candi Sumber Tetek"]

13849440001565592447
13849440001565592447
[/caption] Kami terkagum saat melewati jalanan berpaving di Desa Jeruk Purut. Jalanan desa itu terbilang lebar untuk ukuran sebuah jalan di pedesaan. Paving yang dipasang kelihatannya juga berkualitas baik. Banyak kendaraan besar lalu-lalang melenggang leluasa di jalan itu. Sesekali terlihat petugas portal menarik biaya masuk untuk kendaraan-kendaraan besar itu. [caption id="attachment_303227" align="aligncenter" width="335" caption="Dewi Laksmi dari payudaranya keluar air bersih yang diyakini berkhasiat obat"]
1384944076365828550
1384944076365828550
[/caption] Memasuki Desa Belahan, (beberapa orang desa yang saya temui menyebutnya dengan nama Desa Belaan tanpa huruh “H”) jalanan mulai terasa kurang nyaman. Namanya juga kawasan di pegunungan. Sebenarnya jalan menuju Candi Sumber Tetek sudah beraspal. Namun keadaannya rusak berat, hal itu menambah berat perjalanan menuju ke sana. Saat melewati jalanan di sana beberapa petugas terlihat sedang memperbaiki jalan satu-satunya menuju situs purbakala itu. [caption id="attachment_303228" align="aligncenter" width="335" caption="Arca Dewi Sri di samping arca Dewi Laksmi"]
13849441181697475151
13849441181697475151
[/caption] Candi Sumber Tetek berada di kokasi dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Tepatnya terletak di Desa Belahan, Wonosunyo-Gempol-Pasuruan. Mungkin karena posisinya di lereng Gunung Penanggungan dengan trekking yang tajam dan membahayakan sehingga kurang banyak disinggahi wisatawan. Lain dengan Candi (petirtaan) Jolotundo di Trawas Mojokerto yang sama-sama menjadi warisan Prabu Airlangga. Meski jalanan menanjak menuju pegunungan namun beraspal mulus. [caption id="attachment_303229" align="aligncenter" width="335" caption="Relief cantik di sudut Candi Sumber Tetek"]
1384944160914764293
1384944160914764293
[/caption] Anak dan istri telah berulang kali meminta kepada saya agar tidak melanjutkan perjalanan mengingat medan yang kami lalui cukup berat. Saya katakan kepada mereka “nanggung, lha wong sudah dekat dengan lokasi candi kok malah ngajak pulang”. Saya meminta mereka untuk bersabar.

Setidaknya panorama cantik persawahan bertingkat (terasering) milik warga yang berada di lereng Gunung Penanggungan menjadi pengobat rasa takut yang tak terkirakan. Mereka akhirnya melupakan perjalanan yang berat dan melelahkan itu. Seolah terhipnosis menyaksikan karunia alam di Gunung Penanggungan itu.

[caption id="attachment_303230" align="aligncenter" width="335" caption="Batu andesit kotak di tengah-tengah arca Dewi Laksmi dan Dewi Sri"]

138494420775506750
138494420775506750
[/caption] Di pintu masuk candi saya bertemu Pak Astono yang sehari-harinya sebagai juru pelihara situs ini. Seperti kunjungan-kunjungan kami sebelumnya. Setiap bertemu juru pelihara situs pasti mereka meminta saya mengisi buku tamu. Katanya untuk laporan di kantor. Setelah beramah-tamah sebentar dengan Pak Astono kami meminta ijin memotret dan mencuci muka di air yang keluar dari salah satu arca Candi Sumber Tetek itu. [caption id="attachment_303231" align="aligncenter" width="335" caption="Mencoba segarnya air Sumber Tetek"]
1384944247336497428
1384944247336497428
[/caption] Candi Sumber Tetek diduga merupakan petirtaan (tempat mandi) yang di peruntukkan bagi kedua permaisuri Raja Airlangga, yaitu Dewi Laksmi dan Dewi Sri. Uniknya di kedua (maaf) puting payudara (tetek) Dewi Laksmi itu mengeluarkan (memancurkan) air. Kedua arca itu melambangkan kesuburan. Dulunya di candi itu sebenarnya juga ada arca wisnu menunggang garuda yang kini disimpan di museum purbakala Trowulan-Mojokerto-Jawa Timur. [caption id="attachment_303232" align="aligncenter" width="500" caption="Warga desa memanfaatkan air dari Sumber Tetek"]
1384944299276516987
1384944299276516987
[/caption] Sebagian ahli berpendapat kalau Wisnu disini merupakan perwujudan Airlangga yang memang semasa hidupnya setia menganut (memuja) Dewa Wisnu. Mungkin karena keadaan seperti inilah sehingga masyarakat setempat kemudian menamakan candi ini dengan sebutan Candi Sumber Tetek. [caption id="attachment_303233" align="aligncenter" width="335" caption="Lempengan batu dengan relief unik dan pahatan angka tahun di dalamnya"]
13849443381700583227
13849443381700583227
[/caption] Kedua arca terbuat dari batu andesit dengan relief yang menawan dan menempel pada susunan bata. Di sebelah kiri arca-arca tadi juga berdiri tembok bata diduga mungkin di sebelah kanannya dulu juga ada. Sebab gaya arsitektur purba sudah mengenal teori simetrisme. Di sudut antara tembok bata kiri dan tembok sandaran kedua arca dewi tersebut, kita juga menemukan relief cantik. Entah apa maksud yang sebenarnya dari relief itu. Di kompleks Candi Sumber Tetek juga kita temukan beberapa arca dari batu andesit. [caption id="attachment_303234" align="aligncenter" width="335" caption="Batu tegak (menhir) setinggi pinggang orang"]
13849443801548494915
13849443801548494915
[/caption]

Sebuah lempengan batu yang sudah pecah dengan relief unik. Dari keterangan yang dilaporkan oleh peneliti Belanda (F. Stutterheim) diketahui kalau Candi Sumber Tetek ini dibangun pada abad XI hal ini seperti angka tahun yang terpahat pada batu ini, menunjukkan tahun 971 Caka atau 1049 Masehi. Satu lagi berbentuk batu tegak (menhir) berukuran setinggi pinggang orang dewasa.

Di tembok kiri terpasang pipa ledeng yang airnya tak pernah berhenti mengalir. Di pipa inilah warga sekitar biasa menampung air ke dalam cerigen untuk keperluan sehari-hari. Di tengah antara kedua arca dewi tersebut pengunjung bisa saksikan batu andesit kotak setinggi dada orang dewasa. Terlihat ada sisa lihi hio di sini. Situs purbakala warisan para leluhur biasanya memang tidak luput dari buruan para pencari berkah. Biasanya pada malam Jum’at Legi tempat ini didatangi para pelaku ritual tertentu itu.

Candi Sumber Tetek di Gempol-Pasuruan bila diperhatikan soal asal air sumbernya ada kemiripan dengan Candi Jolotundo di Trawas-Mojokerto. Keduanya sama-sama warisan Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan (Kediri). Sumber airnya diperkirakan berasal dari kaki bukit di atasnya. Itu sebabnya arsitek atau pembuat petirtaan ini dulunya sengaja menempatkan kedua candi (petirtaan) itu tepat di belakang kaki bukit yang ada sumbernya.

Air yang keluar dari tetek Dewi Laksmi ini tertampung dalam kolam berukuran kira-kira 5X6 meter persegi, dengan kedalaman setinggi lutut orang dewasa atau sekitar 75 sentimeteran. Anehnya air tak pernah meluber keluar dari kolam, hal ini mungkin karena ada saluran atau lubang halus yang tak terlihat oleh mata kita. Menurut Pak Astono di musim kemaraupun sumber air candi ini tak pernah surut. Sebagian pengunjung meyakini kalau air Candi Sumber Tetek ini bikin wajah awet muda dan berkhasiat obat.

Masyarakat Desa Wonosunyo-Belahan dan desa-desa lain di sekitarnya sering memanfaatkan air yang keluar dari candi ini untuk kebutuhan air minum sehari hari. Mereka biasanya langsung mengonsumsi air itu tanpa harus merebusnya terlebih dulu.

Candi Sumber Tetek sudah berusia ribuan tahun. Menurut pengakuan Pak Astono, bangunan candi belum pernah tersentuh oleh proyek pemugaran . Pembangunan selama ini hanya pada pagar pembatas candi. Jadi selama ribuan tahun Candi Sumber Tetek belum direnovasi (direkonstruksi) sehingga didapatkan bentuk menyerupai aslinya.

[caption id="attachment_303235" align="aligncenter" width="500" caption="Jalan rusak berat menuju Candi Sumber Tetek"]

13849444241033562383
13849444241033562383
[/caption] Sayangnya pemerintah daerah atau pengelolah situs kurang memperhatikan fasilitas dan sarana penunjang wisata sejarah ini. Warung kuliner, toilet dan tempat parkir yang memadai juga belum terlihat di sana. Tempatnya yang berada di atas pegunungan merupakan nilai lebih yang seharusnya menjadi daya pikat wisatawan. Jalan menuju candi yang rusak berat harusnya menjadi prioritas utama yang harus segera ditangani. Supaya wisatawan dengan nyamannya bisa mengunjungi warisan Raja Airlangga ini. [caption id="attachment_303236" align="aligncenter" width="375" caption="Wooy segarnya air Sumber Tetek ini"]
13849444681833969601
13849444681833969601
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun