Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menangkap Ikan dengan Menyetrumnya

19 Februari 2017   15:20 Diperbarui: 20 Februari 2017   09:10 7643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Mat dan Edy sedang beraksi (dok.pri)

Hujan deras yang terjadi akhir-akhir ini tak pelak mengakibatkan terjadinya bencana banjir, tanah longsor, tenggelamnya lahan persawahan dan pertambakan milik warga. Beberapa jenis komoditas pertanian menjadi rusak akibat guyuran air hujan yang intensitasnya meningkat tajam. Itu berdampak pada semakin mahalnya harga beberapa jenis bahan pangan.

Sawah yang tergenang bukan tidak mungkin menimbulkan kesedihan yang mendalam bagi petani penggarap atau pemilik sawah itu. Namun bagi Edy dan Pak Mat justru menjadi ladang mengais rezeki. Areal sawah yang tergenang dalam waktu yang cukup lama akan menjadi habitat bagi tumbuh-kembang beberapa jenis ikan air tawar. Baik Edy maupun Pak Mat, kedua orang itu memang biasa terlihat menangkap ikan di areal sawah yang tergenang di kawasan Driyorejo-Gresik. Bagi Edy menangkap ikan mungkin hanya sebatas sebagai hiburan atau pekerjaan sambilan karena hingga kini ia masih tercatat sebagai karyawan tetap pada sebuah perusahaan di dekat desanya. Sementara bagi Pak Mat, menangkap ikan memang menjadi profesi kesehariannya.

Proses menangkap ikan dari mereka berdua ini termasuk unik, bukan dengan memancing (mengail), menjala atau dengan cara memasang perangkap yang berupa keramba bambu atau bubu melainkan dengan cara menyetrumnya. Dengan berbekal sepasang logam yang dihubungkan dengan accumulator (aki) kecil berkekuatan 12 volt itu, keduanya merangsek dan mengubek-ubek sawah tergenang, sungai atau kubangan air yang mereka yakini banyak ikan hidup di sana.

Alat setrum yang berupa rangkaian koil (kumparan), aki kecil 12 volt, kondensator, saklar (pemutus arus), lempeng platina dan sepasang logam konduktor (tembaga) yang dipasang pada 2 bilah kayu/bambu dimasukkan ke dalam tas ransel yang terbuat dari cerigen plastik berukuran sedang.

Untuk melindungi diri agar nggak kesetrum di bagian pegangan kedua bilah bambu tadi dipasang karet ban dalam yang berfungsi sebagai isolator sekaligus agar enak dipegang. Pak Mat yang jauh lebih tua dari Edy sering saya lihat sedang melakukan “aksinya” di daerah Driyorejo – Gresik, sementara Edy (37 tahun) hanya sesekali saja karena baginya pekerjaan menyetrum ikan itu sambilan saja.

Edy dengan ikan gabus hasil menyetrum (dok.pri)
Edy dengan ikan gabus hasil menyetrum (dok.pri)
Sepeda ontel butut yang setia menemani mereka (dok.pri)
Sepeda ontel butut yang setia menemani mereka (dok.pri)
Kadang ole akeh, kadang yo gak ole blas dik (kadang dapat banyak, kadang ya gak dapat sama sekali dik, red)” ujar Pak Mat sambil sesekali mengisap rokoknya. Lelaki tua asli Desa Cangkir, Driyorejo - Gresik kelahiran 63 tahun silam itu kesehariannya memang melakoni hidup sebagai penyetrum ikan. Berangkat dari rumah mereka membawa sepeda ontel butut, alat setrum ikan dan wadah ikan berisi air yang biasanya dibuat dari cerigen platik berukuran agak besar. Menurut Pak Mat, hasil menyetrum ikan setiap harinya tidak pasti. Sedikitnya dalam sehari ia bisa mendapatkan 3 sampai 4 kilogram ikan.

Iwak kuthuk sekilone iso payu telung puluh limo ewuh (ikan gabus sekilonya bisa laku 35 ribu, red)” terangnya sambil melempar sisa puntung rokoknya. Meski hasilnya tidak menentu namun tetap saja ia tekuni pekerjaan unik itu. Menurut pengalaman mereka, ikan gabus harga jualnya lebih bagus dibanding ikan jenis yang lain.

Bila diperhatikan, pekerjaan menyetrum ikan itu termasuk beresiko juga lho. Meski hanya menggunakan listrik bertenaga aki berkekuatan 12 volt namun tak jarang baik Pak Mat maupun Edy terkejut gegara kesetrum saat mereka beraksi di sungai atau sawah tergenang. Ikan yang terkena arus listrik aki akan meloncat dan menggelepar setengah mati, nah di saat itulah dengan serta merta Pak Mat maupun Edy menangkap sang ikan lalu memasukkannya ke dalam cerigen berisi air.

Menangkap ikan dengan cara menyetrum bagi sebagian orang tidak dibenarkan karena sengatan setrum aki bisa membunuh ikan-ikan kecil (bibit ikan) atau organisme lain di dalam air. Mungkin saja Pak Mat atau Edy sudah mengerti akan bahaya itu atau bahkan tidak tahu sama sekali, toh nyatanya mereka tetap saja mengisi kesehariannya sebagai penyetrum ikan.

Pak Mat yang saya temui saat beristirahat (dok.pri)
Pak Mat yang saya temui saat beristirahat (dok.pri)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun