Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aam, Difabel Hebat yang Mengguncang Dunia

11 Juni 2018   21:21 Diperbarui: 20 Juni 2018   15:40 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan memandang rendah orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik. Keadaan fisik yang cacat tak lantas menjadikan seseorang terpuruk. 

Muhammad Amanatullah (25) salah satu contohnya. Lelaki muda asal Gresik ini membuktikan pada dunia luar kalau kekurangan yang ada pada dirinya bukan penghalang untuk bisa lebih berguna bagi masyarakat luas.

Aam demikian sapaan akrab anak ke-6 dari pasangan Nasifah (58) dan Aliantoro (64) merupakan salah satu penyandang cacat (difabel) yang telah membuktikan dirinya sebagai sosok yang berprestasi layaknya manusia normal saja.

Meski terlahir dengan kondisi tubuh yang tidak sempurna, (maaf) ibarat kaki jadi tangan dan tangan jadi kaki namun sejak usia balita Aam sudah menunjukkan bakat-bakat yang luar biasa. 

"Suatu hari, sebelum masuk TK, entah mengapa kok tiba-tiba saya langsung ngambil buku, bolpoin lalu nulis pakai kaki" tutur Aam dengan polos menirukan cerita ibunya.

Kehadiran Aam di tengah-tengah keluarga sedikit banyak telah mengundang rasa simpati dan empati para tetangga dekatnya

"Masa kecil saya juga jarang di rumah, banyak tetangga yang berebut merawat (memandikan), menggendong ke sana kemari, mengajak bermain dan kembali ke rumah sudah rapi lagi" ujar Aam.

Seperti anak normal lainnya, Aam juga bermain dan berkumpul bersama teman-teman sebayanya. Tak nampak rasa minder sedikitpun di wajah Aam kecil.

 "Waktu masih kecil dulu saya paling suka main bola pak, sekarang aja jarang karena udah besar (dewasa, red)" lanjut Aam sambil tersenyum ramah mengisahkan masa lalunya.

Mulai dari situ orang tuanya terus-menerus memperhatikan bakat dan potensi yang ada pada dirinya.

Perjalanan Pendidikan Aam 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun