Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

AFI Bersama FFI: Legalisasi Pemborosan Anggaran di Era Jokowi

4 Agustus 2016   08:22 Diperbarui: 4 Agustus 2016   10:42 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Sulut Olly Dodokambey, Mendikbud Anies Baswedan dan Sekjen Kemdikbud Didi Suhardi dalam peluncuran AFI 2016 di Jakarta, 10 Juni 2016 lalu (Foto: Herman Wijaya)

Tahun ini pemerintah berjuang keras untuk mengatasi defisit anggaran yang makin melebar.  Segala taktik dijalankan, tax amnesty diluncurkan, jagoan ekonomi didatangkan, untuk mengatasi “banjir” yang sudah hampir seleher. Lalu atas nama negara, mantan Menteri Keuangan di era SBY, Dr. Sri Mulyani Indrawati yang sudah nyaman duduk di Bank Dunia, harus kembali ke tanah air, ikut bergotong royong agar perahu besar ini tidak tenggelam diterpa gelombang.

Sri Mulyani merupakan sosok yang bisa memberi inspirasi kepada kita semua bangsa Indonesia, bahwa ketika negara dalam keadaan susah, semua harus bahu membahu mengatasi keadaan. Tinggalkan posisi nyaman. Kalau tidak bisa dengan harta, ya dengan pikiran. Minimal tidak ikut membebani negara.                                                       

Berbanding terbalik dengan sikap Sri Mulyani yang memiliki keperdulian dengan kondisi bangsa, sebagian anggota masyarakat justru tidak perduli dengan keadaan ini. Sikap saling menyalahkan dan masa bodoh dengan keadaan merupakan gambaran yang kita lihat sehari-hari.

Yang lebih parah adalah, menggunakan berbagai taktik untuk menggerogoti keuangan negara, baik yang secara terang-terangan maupun dengan mencuri. Lalu ada pula yang hebat, yaitu dengan melegalisasi pengeluaran anggaran, walau pun itu termasuk pemborosan!            

Penyelenggaraan festival film oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merupakan salah satu bentuk pemborosan anggaran negara. Bagaimana tidak, dalam setahun Kemdikbud menyelenggarakan dua festival film, yakni Apresiasi Film Indonesia (AFI) dan Festival Film Indonesia (FFI).  Kedua-duanya dibiayai oleh anggaran negara.

Meski pun kedua event itu memiliki kata berbeda di awalnya: Apresiasi dan Festival, tetapi secara substansil, tidak ada perbedaan signifikan. Kedua-duanya merupakan ajang untuk memberi apresiasi / penghargaan untuk prestasi dalam perfilman.

Agar terkesan berbeda, maka dibuat sedikit perbedaan kriteria dalam penilaian film-film peserta. Di FFI tidak dibatasi genre film yang akan dinilai, sedangkan di AFI katanya film-film  yang dinilai harus lebih memiliki unsur budaya, lalu diperluas penilaian untuk film-film komunitas.

AFI tahun ini akan diadakan di Manado, bekerjasama dengan Pemda Sulut. Selain penilaian terhadap film-film peserta dan pemberian awarding, akan ada banyak kegiatan penunjang di Manado, antara lain pawai artis dan diskusi-diskusi film.

Karena diselenggarakan di daerah, maka ada dua anggaran yang disiapkan. Masing-masing dari Kemdikbud sebesar 4,9 milyar, dan sisanya dari Pempda Sulut, yang nilainya belum diketahui. Meski pun dari Pemerintah Daerah, harus dilihat bahwa yang digunakan juga uang pemerintah juga. Alhasil pemerintah mengeluarkan dua kali anggaran untuk sebuah festival, cuma pintu keluarnya saja yang berbeda.

FFI rencananya akan diadakan di Jakarta konon dengan biaya di atas Rp.7 milyar, setelah Pemda Papua tidak memberi kepastian untuk menjadi tuan rumah, walau pun Pusat Pengembangan (Pusbang) Perfilman Kemdikbud telah mengirim utusan untuk menanyakan kepastiannya. Langkah Pusbang Perfilman sebenarnya hanya merespon “utusan” dari Papua sebelumnya, yang meminta agar malam puncak FFI diadakan di Papua (Jayapura).

Karena Pemda Papua tidak memberi jawaban, maka panitia lalu memutuskan FFI diadakan di Jakarta. Tempatnya di Taman Ismail Marzuki (TIM). Karena keputusan untuk mengalihkan FFI ke TIM mendadak, maka belum dipastikan tanggal berapa acara puncak FFI diadakan. Walau pun FFI di Jakarta, biaya yang sudah dianggarkan tidak berkurang. Di sinilah para “ahli sulap” dan “juru taktik” dituntut keahliannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun