Mohon tunggu...
budi windarto
budi windarto Mohon Tunggu... -

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siapkah Telanjangi Diri Sendiri?

2 Maret 2017   23:45 Diperbarui: 3 Maret 2017   00:12 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Buku `Aku Berani Tidur Sendiri` dan 'Aku Belajar Mengendalikan Diri' merupakan bacaan tentang pendidikan seks untuk anak, .yang menurut teori mesti didampingi orang tuanya. Buku ini ditulis oleh Fita Chakra  dan diterbitkan Tiga Ananda, menimbulkan sikap pro dan kontra. Sebagian masyarakat menilai buku ini tidak cocok sebagai bahan bacaan si kecil. Dalam pernyataan resminya penerbit Tiga Ananda menganggap masyarakat mungkin belum siap menerima pendidikan seksual sejak usia dini.  Terlepas dari sikap pro dan kontra terhadap kehadiran buku tersebut,  mengapa (banyak) orang tua enggan memberikan pendidikan seksualitas terhadap anaknya?

Sejak tahun 1978 sampai pensiun 2015, sebagai guru agama saya mesti membahas bahan pembelajaran terkait seksualitas. Sejak masih bujang usia 23 tahun sampai umur 60 tahun  sudah akrab dengan bahan pembelajaran tentang seksualitas. Ketika mengawali pembelajaran tentang seksualitas, saya membuat angket kecil. Kepada siswa saya ajukan beberapa pertanyaan tertulis berikut: 1. Apa yang Anda ketahui tentang seksualitas? 2. Dari mana Anda memiliki pengetahuan tentang seksualitas? 3. Apakah orang tua memberitahu perihal seksualitas kepada Anda? 4. Siapakah (ayah atau ibu) yang memberitahukan perihal seksualitas kepada Anda? 5. Pernahkah Anda melihat film/gambar porno? 6. Apakah Anda (siswi / siswa) sudah mengalami menstruasi / mimpi basah? 7. Apakah Anda tahu persis proses terjadinya menstruasi / mimpi basah? 8. Bagaimana komentar  Anda saat pertama kali mengalami menstruasi/mimpi basah ?

Gambaran umum berdasar berdasar jawaban angket kecil adalah  1 Kebanyakan siswa menjawab bahwa seksualitas adalah alat kelamin. 2. Kebanyakan siswa mengetahui seksualitas dari teman-temannya.  Sekalipun ada yang mengetahuinya dari buku,guru atau orang tua.3. Sebagian besar siswa menjawab bahwa orang tua belum / tidak pernah memberitahukan kepadanya perihal seksualitas. Ini berarti kebanyakan orang tua enggan memberikan pendampingan seksualitas kepada para putra-putrinya. Hanya sebagian kecil orang tua memberikan pendampingan. 4. Dan di antara sebagian kecil orang tua yang mendampingi ini, kebanyakan adalah para ibu. Para ibu ternyata lebih berani memberikan pendampingan seksualitas, dibandingkan para bapa. Mereka takut memberikannya. 5. Sebagian kecil siswa pernah melihat film/gambar porno 6. Ada siswi / siswa yang sudah mengalami menstruasi / mimpi basah, ada juga yang belum. 7. Ada yang tahu proses terjadinya menstruasi / mimpi basah, ada juga yang tidak mengetahuinya. 8. Kebanyakan siswa merasa kaget, takut, penuh tanda tanya ketika mengalami menstruasi / mimpi basah.

Kembali ke pertanyaan awal mengapa (banyak) orang tua enggan memberikan pendidikan seksualitas terhadap anaknya? Beberapa kemungkinan sebagai jawaban dapat diberikan. 1. Orang tua miskin pengalaman pendidikan seksualitas. Doeloe orang tua mereka tidak memberikan pendidikan seksualitas kepadanya. Sehingga mereka pun tidak melakukannya. 2. Orang tua memiliki paham keliru bahwa anak-anaknya akan mengetahui seksualitas dengan sendirinya. 3. Orang tua memandang bahwa membicarakan seksualitas adalah tabu, saru atau porno. 4. Orang tua menganggap tak layak membahas seksualitas secara terbuka. 5. Orang tua harus  menelanjangi diri sendiri di hadapan anak-anaknya. Membicarakan seksualitas sebenarnya membicarakan diri sendiri. Tegasnya menelanjangi diri sendiri. Dan orang tua tidak siap melakukannya. Malu!

Maka diperlukan perubahan wawasan orang tua terkait seksualitas. 1. Dalam mendidik anak tidak cukup bahkan tidak bijaksana jika begitu saja meniru apa yang dilakukan orang tuanya dulu terhadapnya. 2. Tidak dapat  dipertanggungjawabkan jika orang tua membiarkan anak mengetahui seksualitas dengan sendirinya. Pengetahuan anak dapat keliru, tidak utuh, tidak menyeluruh. 3. Seksualitas bukan hal tabu, saru atau porno. Seksualitas adalah anugerah Tuhan Allah, suci dan baik adanya. 4. Segala hal yang suci dan baik, termasuk seksualitas dapat dan boleh dibicarakan secara terbuka. 5. Orang tualah pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Membicarakan seksualitas dengan anak adalah melakukan hal yang baik dan suci. Kenapa malu untuk melakukan hal yang baik dan suci? Seharusnya kita malu saat melakukan hal yang jahat dan dosa. Korupsi, selingkuh, bercerai misalnya.  

Membuat rumah gampang. Merawat dan memelihara rumah tidaklah gampang. Demikian pula dengan anak! Terkait dengan pendidikan seksualitas, salah satu ketidak gampangannya adalah siapkah telanjangi diri sendiri?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun