Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Macet dan Roda Ekonomi!

7 Juni 2015   02:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:19 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Macet bagi Jakarta bukanlah hal yang luar biasa. Bahkan ada yang mengatakan kalau tidak macet, bukan Jakarta. Hal tersebut mengingat di jalanan Jakarta, mengalir baik mobil, motor yang berasal dari Jakarta maupun mobil dan motor dari luar kota. Macet juga sudah menjadi fenomena bagi kota-kota besar lain di negara kita, walaupun tidak separah macetnya Jakarta. Walaupun begitu macet kadang dimaklumi bagi sebagian orang, karena kadang hanya sesaat dan akan menjadi lega kalau sudah terbebas dari kemacetan. Macet bahkan dapat menjadi salah satu indikator bergeraknya roda ekonomi ?

Jalan darat lewat jalur pantura, bukan alternatif perjalanan utama. Bukan hanya karena macet, namun juga karena volume kendaraan yang melintasi jalur pantura relatif besar serta kecepatan mobil-mobil yang tinggi, sangat berbeda dengan jalur lintas selatan jawa, sehingga perjalanan lintas selatan lebih dapat dinikmati. Pada jalur pantura satu setengah tahun yang lalu, dari Tol Bakrie masuk Brebes sekitar jam 3sore, baru dapat masuk Semarang jam 9 malam. Itu sudah melalui perjalanan panjang Bengkalis_Pekanbaru, Pekanbaru_Jambi, Jambi_Palembang, Palembang_Jakarta, Jakarta-Tol Bakrie yang memerlukan waktu dari malam Rabu sampai sholat Jum'at di rest area Tol Bakrie. Dalam perjalanan tersebut titik-titik kemacetan muncul di jalur ke luar-masuk kota-kota besar di Sumatra. Walaupun di jalur pantura setelah Cikampek tidak begitu macet, namun volume kendaraan relatif tinggi. Kemacetan justru terjadi di kota-kota Brebes, Tegal, Pemalang dan Pekalongan, serta jalur masuk ke Semarang.

Besarnya arus barang dan jasa yang melalui jalur ke luar masuk kota-kota besar seolah-olah menjadi pembenar bahwa macet dapat menjadi indikator roda ekonomi. Pada umumnya kalau memasuki daerah yang roda ekonominya tinggi, sering terjadi kemacetan. Produksi di suatu daerah dapat ditranfer ke daerah lain yang membutuhkan. Kebutuhan konsumsi suatu daerah juga dapat dipenuhi oleh daerah lain. Volume kendaraan yang besar pada pintu ke luar masuk suatu daerah, salah satunya dipengaruhi oleh besarnya arus barang dan jasa, walaupun kemudian justru menimbulkan dampak negatif terjadinya kemacetan. Pembangunan jalan layang, jalan tol, merupakan bentuk nyata dari upaya untuk memperlancar arus barang dan jasa tersebut.

Namun kemacetan tidak begitu terasa pada perjalanan darat baru-baru ini. Walaupun dari Semarang agak tersendat saat melintas jalur ke luar kota menuju Kendal. Perjalanan dari Kendal-Wleri, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal dan Brebes relatif lancar. Tidak seperti setengah tahun lalu yang sangat padat, yang tentu saja macet. Jalur masuk ke Tol Bakrie bahkan sepi. Sempat khawatir, kalau tidak difungsikan lagi, karena mungkin di samping mau maghrib sehingga ditambah langit yang kelam, menjadikan suasana tambah sunyi, karena mobil sedan 1.100 cc itu seperti sendirian masuk Tol Bakrie. Baru setelah langit lebih gelap, dan berani memacu lebih dari 100 km/jam, ada kelihatan lampu-lampu merah tanda bagian belakang mobil, itu pun jauh di depan.

Setelah mobil diistirahatkan di Jakarta,  rencana perjalanan di jalur Timur Sumatra pun di susun. Awalnya akan dipilih berangkat agak malam dari Jakarta, sehingga dapat masuk ke daratan Sumatra sudah subuh, jadi sudah agak terang. Namun tiba-tiba rencana diubah, berangkat saja, kalau kemudian nanti di jalan terdapat kendala, terutama jalan buruk dan hari masih malam, ya istirahat saja.

Perubahan rencana tersebut berdampak positif maupun negatif. Dampak negatifnya adalah ternyata, titik-titik jalan yang kondisinya buruk bertambah banyak dan tidak terduga. Sementara kadang itu terjadi pada waktu malam hari serta di kiri kanan jalan tanpa kerlipan lampu. Hanya karena sudah hampir yang ke-empat kalinya melalui jalur tersebut, keyakinan akan keamanan di jalan masih tumbuh. Alhamdulillah, perjalanan dapat dilalui dengan aman, walaupun tentu saja kurang tenteram.

Dampak positif dari majunya rencana perjalanan tersebut adalah adanya tambahan waktu dari rencana perjalanan terutama pada titik-titik jalan rusak yang sudah berubah menjadi jalur rusak. Pada saat ini, titik-titik jalan yang rusak  tadinya hanya di beberapa tempat, kerusakan sudah terjadi pada puluhan kilometer.  Hal itu tentu membuat  waktu yang harus ditempuh pada jalur rusak tersebut bertambah lama. Namun karena perjalanan dimajukan  dari rencana semula, jadwal rencana perjalanan masih pada jalur aman dan terkendali.  Memang masih terbayang pula akan mengalami kemacetan pada saat ke luar masuk kota-kota besar, hal itu menjadikan target akhir perjalanan sampai di Pekanbaru belum dapat diperkirakan.

Adalah suatu keberuntungan dalam perjalanan, apalagi perjalanan darat antar kota antar propinsi bahkan antar pulau, kalau tidak mengalami kemacetan yang berarti. Itulah yang terjadi pada saat kami melintasi jalur pantura maupun jalur lintas timur Sumatra. Namun apakah itu lalu ada hubungannya dengan roda ekonomi ?

Kalau boleh memilih tentu saja tidak macet dan roda ekonomi berputar cepat. Walaupun yang lebih sering dijumpai adalah macet dan roda ekonomi berputar kencang. Nah kalau tidak begitu macet bagaimana dengan roda ekonomi ?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun