Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Insya Allah, Insya Allah, Insya Allah Ada Jalan

30 Juni 2015   15:09 Diperbarui: 30 Juni 2015   15:09 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Membaca artikel Pak Tjip mengenai adanya situasi kondisi yang kondusif terhadap perilaku kekerasan yang bahkan sudah dimulai sejak masih-masih anak, sungguh membuat terhenyak. Tanpa disadari oleh banyak pihak masyarakat kita sering secara bersama-sama terlibat dengan suatu tindakan yang tidak terpuji, karena bermaksud hendak mengejar sesuatu. Dalam artikel Pak Tjip, http://www.kompasiana.com/tjiptadinataeffendi21may43/anak-anak-sejak-kecil-sudah-dibiarkan-menjalankan-praktek-bumi-hangus_5591139e317a6129078b456f,  kita dapat memperoleh gambaran bahwa dalam suatu kumpulan banyak orang, maka banyak kepentingan dapat menuju suatu sasaran, namun kepentingan yang tadinya merupakan kepentingan individu untuk mendapatkan layangan putus, dapat berubah menjadi kepentingan massa, bahwa siapa pun tidak boleh mendapatkan layangan tersebut, dari pada orang lain yang mendapatkan, lebih baik larangannya dirusak. Bukan itu saja, masyarakat banyak, tidak dapat berbuat lain, misalnya ada usaha untuk mencegah, tetapi justru cenderung untuk membiarkan. Situasi dam kondisi seperti itu sungguh memprihatinkan, bukan saja bagi masyarakat tersebut, namun juga bagi masa depan masyarakat banyak. Karena kalau kecenderungan perbuatan merusak tersebut menjadi sikap bersama suatu masyarakat, apalagi masyarakat yang berkuasa, sungguh akan membuat masyarakat lain sengsara.

 

Kecenderungan untuk merusak, membuat orang lain sengsara, membuat orang lain kecewa, membuat orang lain sedih, membuat orang lain menderita, bahkan kalau perlu membunuh orang lain, merupakan kecenderungan masyarakat yang seharusnya dihindari, dijauhi, bahkan kalau perlu dicegah. Kang Axtea dalam suatu artikelnya mengenai Angeline membuat  kita menjadi trenyuh, bagaimana mungkin seorang perempuan yang mengangkat anak perempuan dari orang lain, yang seharusnya mempunyai kewajiban untuk membesarkan dan membahagiakan anak angkatnya Angeline itu, justru ada diduga melakukan tindakan kekerasan, bahkan kemungkinan besar dapat dianggap pelaku pembunuhan: http://www.kompasiana.com/axtea99/mama-jangan_55888d5cc9afbd8f0d5ebe9b.   Adalah suatu hal yang dapat membuat hati ini bukan lagi trenyuh, namun sebagian orang bahkan bisa jadi sudah geram, mendapatkan informasi tersebut. Tindakan yang luar biasa sadis itu, merupakan cerminan adanya keinginan seseorang untuk mendapatkan sesuatu kalau nanti benar terbukti karena wasiat yang ingin dikuasai, merupakan tujuan yang bukan saja tercela, merusak moral, namun bahkan sudah dilakukan melalui perbuatan yang sangat merusak tatanan norma kehidupan.

 

Tanpa mengurangi penghargaan dari semua pihak yang sudah begitu banyak menaruh perhatian terhadap Angeline. Penyesalan masyarakat, karena selama Angeline masih hidup, bisa jadi tadinya kurang care. Walaupun sudah sering mengetahui Angeline sering dijumpai dalam kondisi menyedihkan, namun tidak ada gerakan yang signifikan terhadap upaya perbaikan kondisi yang dialami oleh Angelina sewaktu masih hidup. Kemarahan ibu kandung Angeline yang berapi-api, tidak mau menerima kalau yang membunuh anaknya tidak dihukum setimpal, tidak akan dapat mengembalikan lagi Angeline ke tengah-tengah kita. Pembiaran terhadap seseorang pada saat masih hidup, dan penyesalan atas peristiwa yang telah terjadi sesungguhnya merupakan ujian bagi kita, kalau tidak boleh dikatakan menjadi hukuman, bahwa banyak hal yang harus kita perbaiki dalam hal kehidupan yang kita jalani. 

 

Apakah kita akan terbelenggu dengan apa yang ditemukan Pak Tjip, bahwa kecenderungan berbuat kerusakan itu sudah dimulai sejak masih anak-anak dan adanya pembiaran dari masyarakat terhadap perbuatan yang merusak itu. Ataukah kita harus mulai berubah. Masing-masing kita harus mengevaluasi terhadap kecenderungan adanya keinginan melakukan  perbuatan-perbuatan yang merusak. Bahkan kalau perlu mengidentifikasi jenis-jenis perbuatan yang merusak. Hal itu perlu dilakukan supaya kita bukan justru mempunyai tujuan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merusak tersebut, tetapi untuk menghindari, untuk menjauhi dan kalau perlu untuk mencegah. Sungguh akan terwujud masyarakat yang aman tenteram, kalau masing-masing kita melakukan perhitungan terhadap apa yang sudah kita lakukan. Ibarat suatu perusahaan besar yang ingin tetap maju dalam usaha dan dapat melebarkan sayap ke segenap penjuru angin, maka perusahaan tersebut perlu melakukan repositioning. Siapa, di mana, apa dan mau ke mana, menjadi suatu hal perlu dicermati dan kalau perlu ditinjau ulang.

 

Apakah kita sudah bermanfaat bagi kita sendiri syukur-syukur bagi orang lain, ataukah kita masih mempunyai kecenderungan merusak ? Kompasiana menawarkan suatu hubungan yang sangat bermanfaat, karena masing-masing Kompasioner dapat bukan saja memberikan ide-ide yang aktual, bermanfaat, inspiratif maupun menarik, tetapi juga banyak orang bahkan di seluruh dunia, dari Akhmad Fauzi di Jatim, Syafriansah di Jambi, Bang Pilot di Medan, mBak Indri di Ausie, mBak Paras di Jepang, sampai mBak Gana di Jerman dapat mengakses informasi dari artikel yang ditayangkan Kompasiana. Kompasiana membuat hidup banyak orang menjadi lebih berarti, membuat hidup banyak orang menjadi bermanfaat. Tentu banyak lagi hal lain yang bermanfaat dapat kita pilih dan kita tentukan dari berbagai belahan bumi ini. Manfaat yang paling besar bagi sebagian orang bisa saja berupa kehidupan sejahtera, kecukupan sandang, pangan, papan. Bagi sebagian yang lain mungkin dapat membantu orang lain memperoleh pekerjaan, manfaat yang lain lagi dapat diperoleh bagi orang yang dapat mempunyai kewenangan besar, kekuatan besar untuk mempengaruhi jalan hidup orang banyak. 

 

Penemuan listrik membuat hidup kita lebih nyaman dari pada jaman sebelum dikenal lampu. Manfaat adanya lampu yang hemat energi bahkan untuk sebagian orang sudah menjadi kebutuhan, karena di samping lebih terang namun watt atau daya listrik yang diperlukan juga lebih kecil, walaupun kemudian tentu harga nya mahal. Namun seberapa besar manfaat sesuatu yang kita inginkan, ada yang mendekati dengan formula Cost n Benefit Ratio. Pada formula CBR dikenalkan bahwa dalam menentukan suatu keputusan kebijakan yang akan diambil adalah bahwa besarnya manfaat yang akan didapatkan harus lebih besar dari pada biaya yang harus dikeluarkan. Kalau nilai dari CBR itu positif lebih dari satu, yang juga boleh diasumsikan bahwa langkah-langkah yang diambil akan memberikan manfaat yang lebih besar dari pada biaya atau pengorbanan yang dilakukan, maka suatu pekerjaan boleh, bagus, atau bahkan harus dilakukan. Untuk itu identifikasi suatu hal yang bermanfaat sangat perlu dilakukan, sekaligus bagaimana cara mendapatkan manfaat tersebut, karena cara untuk mendapatkan manfaat tersebut akan sangat mempengaruhi secara signifikan terhadap cost atau biaya atau pengorbanan yang harus dilakukan atau bahkan dijalani. Orang Jawa dengan bijak secara sederhana merumuskan dengan Jer Basuki mawa bea. Kalau ingin memperoleh manfaat atau ingin beruntung atau selamat harus melalui pengorbanan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun