Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Athaullah, Penyuluh Yang Sarat Pengalaman

13 Desember 2015   07:43 Diperbarui: 13 Desember 2015   11:35 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  Gambar 1, Athaullah sedang menyuluh petani kentang (Doc. Fathan.MT)

Pengalaman adalah guru yang terbaik”, kata-kata bijak ini cocok rasanya sebgaia gambaran dari seorang penyuluh pertanian yang “dibesarkan” oleh pengalaman. Athaullah, begitu pria kelahiran Rantau, Aceh Tamiang, 25 Juli 1967 ini, dia salah seorang penyuluh pertanian di Kabupaten Aceh Tengah. Penyuluh berperawakan kecil dengan kulit agak kehitaman ini bukanlah sosok yang asing bagi para petani di Dataran Tinggi Gayo.

Sebelum di angkat sebagai penyuluh pertanian, Atha, panggilan penyuluh ini, sudah lama akrab dengan dunia pertanian. Merantau dari Aceh Tamiang ke Tanoh Gayo, Atha kemudian menimba ilmu pertanian di Sekolah Menengah Teknologi (SMT) Pertanian Takengon (sekarang SMK Negeri 2 Takengon), karena memang punya minat yang cukup tinggi di bidang pertanian. Lulus dari SMT Pertanian tahun 1987, Atha tidak lantas kembali ke kampung halamannya, dia ingin mencari pengalaman di daerah yang punya potensi pertanian luar biasa itu.

Atha tidak perlu lama-lama “menganggur”, karena pada saat dia menamatkan jenjang pendidikan SLTAnya, kebetulan di Kabupaten Aceh Tengah sedang dibuka proyek pengembangan hortikultura terpadu atau dikenal dengan nama Integrated Horticultural Project (IHP) yang merupakan proyek kerjasama antara pemerintah Provinsi Aceh dengan Pemerintah Provinsi Antwerpen, Belgia. Proyek yang dikelola oleh BAPPEDA Aceh itu juga sering disebut mesayarakat setempat sebagai Proyek Belgia, berlokasi di Blang Bebangka Kecamatan Pegasing, tak jauh dari komplek SMT Pertanian dimana Atha bersekolah. Proyek yang dibiayai dengan oleh pemerintah Belgia itu kemudian merekrut para tamatan SMT Pertanian Takengon sebagai tenaga teknis lapangan, beruntung Athaullah termasuk salah seorang alumni yang kemudian diterima bekerja di proyek yang dimanajeri oleh bule asal Belgia bernama Patrick dan Kendell yang asal Belanda itu.

Para karyawan baru, termasuk Athaullah kemudian mendapat bimbingan teknis dari para ahli hortikultura dari daratan Eropa itu sebelum “diterjunkan” untuk ikut mengelola proyek tersebut. Sesuai dengan namanya, maka proyek itu kemudian mengembangkan berbagai komoditi hortikultura khususnya sayuran yang berorientasi ekspor, seperti Kentang Granola, Wortel, Broccoli, Petsai, Lobak dan beberapa jenis sayuran yang pada waktu itu pangsa pasarnya sangat bagus. Di areal seluas kurang lebih lima hectare itu, Athaullah kemudian mulai menimba ilmu tentang hortikultura dari orang-orang yang memang ahli di bidang itu. Sebuah pengalaman yang sangat berharga tentunya bagi Atha yang baru menamatkan sekolahnya, selain mendapatkan gaji yang lumayan besar, dia juga mendapat berbagai ilmu tentang budidaya hortikultura, itu yang tidak ternilai harganya.

Awalnya proyek itu berjalan mulus, produksi sayuran perdana yang dihasilkan oleh proyek itu pada tahun pertama, langsung bisa masuk ke pangsa pasar di Malaysia dan Singapura, karena dari awal budidayanya sudah sangat memperhatikan kualitas dari produk yang akan di hasilkan. Memang kalau kita sempat melihat langsung areal pertanaman hortikultura pada proyek IHP waktu itu, kita akan berdecak kagum menyaksikan perpaduan antara penerapan teknologi dengan keahlian para pengelola proyek itu, disamping kondisi agroklimat Dataran Tinggi Gayo yang memang sangat sesuai untuk pengembangan berbagai komoditi hortikultura.

Tapi sayangnya proyek kerjasama itu tidak mampu bertahan lama, entah dengan sebab apa, kemudian pemerintah Belgia menghentikan kerjasama tersebut pada tahun 1998. “lepas” dari bantuan dana dari Pemerintah Belgia, proyek itu kemudian dilanjutkan oleh Bappeda Aceh dan Bappeda Aceh Tengah, tapi itupun hanya bertahan beberapa saat, sebelum akhirnya proyek itu benar-benar “gulung tikar”. Berhentinya operasional proyek tentu saja berdampak kepada karyawan lokal yang selama ini bekerja di proyek itu, termasuk Athaullah. Tanpa PHK dan pesangon, Atha dan kawan-kawan akhirnya keluar sendiri dari tempat kerjanya yang sudah “bubar” itu. Tapi Atha tidak patah semangat kehilangan pekerjaannya, dengan bekal ilmu dan pengalaman yang dia peroleh dari para bule itu, Atha mulai berwirausaha di bidang pertanian dengan meminjam lahan milik almamaternya, kebetulan komplek SMT Pertanian Takengon memang memliki lahan pertanian yang sangat luas, dan pihak sekolah memberi ijin kepada para alumni untuk menggarap lahan tersebut. Usaha tersebut lumayan bisa untuk merangkai masa depan bagi Athaullah yang pada waktu itu beru saja menyunting Dwi Purbayani, yang juga mantan karyawati IHP seagai isterinya.

Kehidupan Athaullah memang penuh dengan keberuntungan, berbekal pengalaman kerja di IHP dengan mengantongi SK dari Kepala Bappeda Aceh, kemudian Athaullah tercatat sebagai tenaga honorer pada Dinas Pertanian setempat, sambil terus menglola lahan hortikulturanya. Lagi-lagi keberuntungan terus berpihak kepadanya, tahun 2006 dia diangkat menjadi CPNS dari jalur honorer. Hanya beberapa saat saja dia bertahan di kantor, jiwanya yang lebih cenderung untuk bekerja di lapangan, membuatnya memilih untuk beralih sebagai penyuluh pertanian.

Gambar 2, Athaullah, penyuluh sarat pengalaman (Doc. Pribadi)

Seperti menemukan kembali “dunia”nya, Atha kemudian memulai kiprahnya sebagai penyuluh pertanian lapangan. Berbekal pengalamannya selama bekerja di bidang pengembangan hortikultura bersama para bule, Atha tidak mengalami kesulitan ketika harus memberikan penyuluhan kepada para petani di wilayah binaannya. Bahkan ilmu dan pengalamnanya di bidang hortikultura kemudian bisa dia tularkan kepada para petani di daerah itu.

Komoditi kentang yang pada waktu itu belum diminati petani karena petani disini lebih fokus pada tanaman kopi, mulai berkembang berkat bimbingan penyuluh yang satu ini. Sistim budidaya kentang yang dia peroleh dari para ahli hortikultura dari Eropa itu coba dia terpakan di lahan petani, begitu juga varietas-varietas baru kentang juga dia perkenalkan kepda petani dan hasilnya memang sangat memuaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun