Mohon tunggu...
semutmerah
semutmerah Mohon Tunggu... Psikolog - Bukan untuk dikritisi, tapi untuk direfleksikan

Serius tapi Santai | Psychedelic/Progressive/Experimental | Memayu Hayuning Bawana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Cinta untuk Kehidupan dan Hidup untuk Mencintai

26 Mei 2017   08:39 Diperbarui: 14 Juni 2017   15:58 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soekarno pernah berkata “Negara Republik Indonesia ini bukan milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu suku, bukan milik suatu golongan adat istiadat, namun milik kita semua dari Sabang sampai Merauke”. Jika kita renungkan kembali, kalimat ini sangatlah bermakna dan sangat penting untuk menjadi landasan kita menanggapi keberagaman yang ada di Indonesia. Negeri ini sangatlah kaya akan kebudayaan, bukan lagi budaya dimana arti dari “kebudayaan” bermakna lebih dari satu budaya yang ada. Belum lagi berbagai macat adat istiadat, suku, bahasa, dan beragam corak lainnya. Artinya Indonesia mempunyai banyak hal yang belum tentu Negara lain punyai, dan hal ini patut untuk kita sadari, maknai, hargai, dan lestarikan. Bukan Indonesia namanya jika didalamnya hanya ada satu corak, satu ragam, dan satu bentuk.

Sepertinya kita terlambat untuk mempertanyakan semua ini : mengapa ada keberagaman dan perbedaan dalam Indonesia, sedangkan sebelum Indonesia merdeka perbedaan itu sudah ada pada posisinya masing-masing dan tidak menjadi masalah. Artinya, dari Sabang sampai Merauke, tetap bersinergi dan bersatu menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi meraih kemerdekaan secara bersama pada masa itu, dan perbedaan maupun keberagaman tersebut tak pernah dipermasalahkan.

Kita pernah mempunyai sejarah barisan pemuda dari berbagai perwakilan daerah, seperti Pemuda Jawa,Pemuda Sumatra, dan barisan pemuda lainnya yang bersatu dalam satu visi misi meraih kemerdekaan.Hal ini haruslah kita renungkan kembali, bahwa apapun keberagaman dan perbedaan itu bukanlah hal yang diharuskan menjadi suatu masalah, karena pada dasarnya kita semua sama, makan tidur dan tinggal di bumi pertiwi yang sama. Untuk apa kita memperdebatkan keberagaman, jika kemerdekaan negeri ini saja diraih oleh pemuda-pemuda yang beragam sukunya, beragam bahasanya, beragam kebudayaanya.

Mengenai keberagaman dalam agama yang ada negeri ini, sepertinya ini sudah tersampaikan dalam Falsafah Indonesia yakni Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi satu jua. Berbeda agama, berbeda keyakinan, berbeda warna kulit, berbeda kepercayaan, berbeda pola pikir, dan berbeda pendapat, itu adalah bagian dari sejarah Indonesia, dan itulah cirikhas Indonesia. Tanpa kesemua hal itu, kemerdekaan belum tentu ada dan belum tentu dapat diraih. Soekarno pernah berkata “Jangan Sesekali Melupakan Sejarah”, ya sejarah kita mempunyai banyak warna warni yang indah yang belum tentu Negara lain mempunyai warna-warna itu.

Ada satu kalimat yang harus kita tanamkan pada diri kita semua, yakni “Kita bukan saudara seagama,namun kita saudara dalam kemanusiaan”. Kalimat ini jelas telah mengajarkan kepada kita bahwa sesama manusia harus saling mengasihi, menyayangi, menjaga dan membantu, terlepas dari apapun agamanya, apapun kepercayaannya. Sama halnya dengan “Urip neng alam dunyo iki gak iso wong islam tok” yang artinya “Hidup didunia ini tidak bisa hanya untuk muslim saja”, dari hal ini kita renungkan kembali bahwa manusia adalah mahluk social bukan individual, saling berkaitan satu sama lain dan saling membutuhkan satu sama lain, terlepas dari apapun kepercayaan individunya. Dalam islam sendiri ada kalimat petuah yakni “Habluminallah wa Habluminannas” yang menegaskan bahwa menjaga hubungan kepada Allah dan menjaga hubungan kepada sesama manusia, dari hal ini kiranya umat islam di Indonesia merenungkan kembali apa yang telah kita perbuat selama ini baik atau buruk untuk sesama manusia? Apakah selama ini kita sudah “Memanusiakan manusia” terlepas dari keberagaman dan perbedaan yang ada? Apakah kita sudah merasa tidak memerlukan bantuan manusia kala kematian mendatangi kita?

Bahkan Allah SWT memerintahkan Nabi untuk memberikan perlindungan kepada orang kafir yang meminta perlindungan kepada beliau, seperti firmannya dalam Qur’an Surat At-Taubah Ayat 6 yang berbunyi : “Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta pertolongan kepadamu,maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkan ia ketempat yangaman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui”. Ibn Katsir pun menulis bahwa ayat tersebut menjadi acuan Nabi dalam memperlakukan orang musrik yang ingin mendapatkan perlindungan, terlepas dari apapun kepercayaan dia. Hal ini membuktikan bahwa Nabi saja bisa “memanusiakan manusia”, membantu siapapun yang patut dibantu. Apa yang dilakukan Nabi adalah suatu sunnah bagi umatnya, jika nabi saja membantu orang yang bukan dari golongannya mengapa kita malah menggarisbawahi “perbedaan” tersebut.? Mengapa kita tidak menggarisbawahi “kemanusiaan”itu sendiri.?

Kita sering teriak “ketuhanan” namun kita melupakan “kemanusiaan”, sedangkan kita hidup ditengah-tengah masyarakat, ditengah-tengah bejubel manusia di Bumi. Manusia mana yang tidak ingin melihat banyak ketenangan, ketentraman, dan kedamaian di muka bumi ini, pastilah kita semua ingin melihat dan merasakan itu semua. Kita semua terlalu nyaman untuk meributkan perbedaan, padahal untuk mencapai keharmonisan harus ada tenggang rasa, menghormati perbedaan, mencari kesamaan, tidak memaksakan kehendak pribadi pada orang lain, bahkan ada petuah lama berbunyi “Janganlah merasa bisa, tapi bisalah merasa”. Ya, kita harus bisa mengolah rasa, rasa untuk kemanusiaan, rasa untuk saling menjaga melindungi dan mengasihi, rasa dimana membantu dan menolong bukan sebatas“kepercayaan” melainkan atas dasar “sesama mahluk hidup”.

Bagi orang-orang terdahulu, ada sebuah falsafah hidup “Memayu Hayuning Bawana” yang artinya “Memelihara Alam Semesta”, yang dalam hal ini adalah menjaga keteraturan didunia, memperindah dunia dengan perilaku-perilaku yang menyejukan, dimana sifat dan sikapnya adalah suka memberi makan kepada orang yang kelaparan, memberi bantuan dan perlindungan kepada yang membutuhkan,memberi air kepada orang yang kehausan, dan tindakan ini tidak memandang suatu perbedaan karena lahir dari “rasa” yang dimiliki seseorang, rasa kemanusiaan. Begitu juga perilaku “Tepa Salira” dan “Bisa Rumangsa”, laku tenggang rasa tidak menyombongkan diri, ada rasa kebersamaan yang lebih diutamakan, tidak mempertajam perbedaan, hal ini adalah bagian dari Memayu Hayuning Bawana.

Ada petuah lama berkata : “Karyenak Tyasing Sesama” yakni sebuah watak atau perilaku yang berusaha menyenangkan orang lain. Menyenangkan dalam hal ini adalah perilaku yang bijaksana,perilaku yang menyenangkan dan menentramkan orang lain, mendahulukan kepentingan bersama(kedamaian dan ketentraman) dibanding kepentingan pribadi (Ego), namun dilandasi sikap tanpa pamrih (Sepi Ing Pamrih) dan sepenuh hati (memberi kemudahan bagi orang lain, tidak menyakiti orang lain). Kebahagiaan seperti apa yang bisa kita dapatkan jika kita tidak memiliki pekerti yang baik menanggapi suuatu keberagaman.? Menolong orang lain dengan ikhlas, memberikan contoh yang baik dan berguna bagi seisi dunia, menjadi pelindung yang baik bagi yang memerlukan dan memaafkan kesalahan orang lain dengan bijak, bukankah suatu kebahagiaan tersendiri jika itu semua kita maknai dan kita jiwai.?

Coba sejenak kita diamkan diri, duduk diantara penghujung malam bersama udara-udara segar dan menatap langit serta alam yang terbentang luas ini. Bintang-bintang, langit yang menghadirkan pelangi yang indah dengan banyak warna yang berbeda-beda, indah jika kita memaknainya. Begitupula dengan kemerdekaan Indonesia, ia lahir dari beragam pemuda yang berbeda suka bahasa agama dan budaya,dan alam semesta yang indah ini diciptakan Tuhan dengan berbagai macam mahluk hidup yang beragam. Salinglah merangkul untuk saling melengkapi, karena cinta untuk sebuah kehidupan dan hidup tak berwarna tanpa sebuah cinta.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun