Mohon tunggu...
Ahmad Muhammad
Ahmad Muhammad Mohon Tunggu... -

Pengais sisa-sisa kearifan orang2 terdahulu yang hampir punah.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Jangan Hanya Membaca, Abadikan Hidup dengan Menulis

9 Maret 2017   09:31 Diperbarui: 9 Maret 2017   09:42 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.vebma.com

Cukup lama saya berhenti dari aktivitas menulis, meski kegiatan membaca tak pernah jeda, sampai pada suatu kesempatan saya bertemu karib yang sukses menggeluti dunia kepenulisan.

Saya baru menyadari, betapa bertualang di dunia menulis tak kalah menariknya dengan aktifitas membaca. Tiba-tiba dorongan untuk menekuni aktifitas menulis muncul. Tapi, saya tak tahu dari mana harus memulai. Cukup lama saya mencari tahu jawaban sampai akhirnya saya dipertemukan dengan banyak penulis hebat di media sosial yang cukup memberi stimulus dan keberanian saya memulai.

Pada awalnya cukup kikuk. Bagaimanapun menulis bukan sesuatu yang mudah. Butuh inspirasi, mood dan banyak gagasan atau nutrisi tertentu untuk bisa memulai menulis satu dua paragraf. Dan nutrisi terbaik bagi penulis tak lain adalah dengan banyak membaca. Menulis memang jauh lebih sulit dari membaca. Tapi tanpa membaca, kita tak akan bisa menulis dengan baik. 

Setelah melalui berbagai fase, akhirnya saya kembali terbiasa menulis meski sangat buruk dan belum pantas memenuhi dinding media online maupun cetak. Tapi saya sangat menikmatinya, meski tulisan-tulisan itu hanya saya pelototi sendiri, atau dibaca beberapa orang yang mengenal saya.

Saya masih ingin terus belajar agar bisa menulis dengan baik. Tapi, bagaimana menulis dengan baik itu? Saya tidak tahu. Terlalu berlebihan menilai sebuah tulisan baik atau buruk untuk ukuran orang seperti saya, yang masih banyak belajar agar bisa menulis dengan standar EYD dan tanda baca dengan baik. Tapi setidaknya, saya tidak ingin menulis seperti kebanyakan komentar pada  dinding medsos, yang sebagian besar menunjukkan kedangkalan berpikir, nir sopan santun dan lebih mengedepankan emosi yang lepas kontrol daripada akal sehat.  

Fenomena tersebut menjadi hal sangat menakutkan mengingat banyak orang mulai lebih gemar membaca komen-komen di media sosial, karena godaan status yang harus dikomentari, daripada membaca buku-buku bermutu. Kondisi seperti itu kadang menggoda dan hendak menggeser kebiasaan saya membaca buku.

Kembali kepada keinginan besar saya bisa menulis. Meski saya sudah berusaha belajar menulis, bukan berarti sudah bisa menulis dengan baik. Saya menyadari, tulisan saya sangat buruk dan belum pantas menyandang status sebagai penulis. Tapi saya bangga bisa mengisi hari-hari saya dengan menulis di tengah riuhnya lalu lalang orang yang lebih suka bicara berbusa-busa daripada menulis. Saya juga bangga masih menggeluti kegemaran membaca buku atau tulisan di media online mainstream daripada sekadar baca status di media sosial.

Akhirnya saya menyadari, sebagai pembaca apa saja, saya perlu menuliskan sesuatu untuk melatih kemampuan dan kualitas menulis agar menjadi lebih baik. Tak mengapa tulisan-tulisan yang terlanjur menghiasi dinding medsos masih kategori buruk, bila hal itu menjadi awal untuk menulis dengan baik dan bisa menginspirasi banyak orang gemar menulis demi mengabadikan perjalanan hidupnya sebagai warisan yang tak ternilai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun