Mohon tunggu...
maryam ulfa
maryam ulfa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Calon Ibu Sehat tanpa Seks Bebas

6 September 2017   16:47 Diperbarui: 6 September 2017   17:06 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

WHO mendapati data 11% kelahiran diseluruh dunia berasal dari pasangan remaja usia 15-19 tahun dan terjadi terutama pada negara berkembang. Kehamilan remaja kini umum ditemukan dari cerita orang ke orang hingga artikel-artikel di media sosial. Sebagian kehamilan remaja mungkin terjadi setelah menikah. Namun tidak dipungkiri bahwa sebagian lainnya terjadi tanpa direncanakan atau di luar nikah. Perilaku seks bebas kini menjadi sorotan utama di masyarakat Indonesia, terutama kalangan remaja. Berada ditengah derasnya arus informasi dan gaya hidup yang semakin kebarat-baratan menjadi salah satu pemicu utama maraknya seks bebas sehingga terjadi kehamilan remaja. Berdasarkan penelitian, perilaku seks bebas dan kehamilan remaja ini mempengaruhi aspek kesehatan remaja. Tidak hanya berdampak pada merebaknya penyakit menular seksual, usia yang belum matang baik secara fisik maupun mental, menjadi risiko utama kematian ibu dan anak yang akhirnya menyumbang peningkatan angka kematian ibu dan anak di Indonesia per tahun.

MENJADI TREND

Data dari Badan Pusat Statistik dari SDKI 2012 menunjukan remaja Indonesia mulai berpacaran sebelum usia 15 tahun sekitar 35%.[1] Mengingat para remaja ini belum cukup makan garam kehidupan dan ditambah dengan trend gaya berpacaran anak muda jaman sekarang yang terkesan lebih "berani", risiko untuk berpacaran tidak sehat seperti melakukan hubungan seksual di luar nikah menjadi semakin tinggi. Lebih lanjut, data menunjukan bahwa pada rentang tahun 2007 hingga 2012, remaja yang melakukan hubungan seksual di luar nikah meningkat, khususnya pada laki-laki dari 3% menjadi 4,5%.[1] Para remaja ini melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan alasan edukasi seksual yang masih kurang pada beberapa negara berkembang. Beberapa remaja perempuan juga mengaku tidak mampu menolak ketika diminta melakukan hubungan seksual tanpa alat kontrasepsi.[2]

FUNGSI REPRODUKSI BELUM SIAP

Bayi yang berada pada kandungan remaja memiliki risiko meninggal 50%. Lebih lanjut, secara global, penyebab kematian tertinggi pada remaja usia 15-19 tahun adalah kehamilan itu sendiri dan komplikasi saat persalinan. Sebagian besar penyebab kematian ibu dan anak selama proses persalinan adalah obstructed labour,yaitu terganggunya jalan lahir karena berbagai hal, salah satunya akibat ketidaksesuaian besar kepala janin dengan pintu atas panggul ibu. Hal ini disebabkan pada usia remaja, perkembangan organ reproduksi dan besar panggul masih berlanjut dan belum sempurna. Bila dibiarkan lebih lanjut, obstructed labourdapat berujung pada kematian bayi dan ibu akibat perdarahan.[3]

SIAPA YANG BERPERAN?

Sifat remaja yang masih mencari jati dirinya, diselimuti ego dan ketergantungan terhadap teman-teman yang ada dalam lingkungannya dalam pengambilan keputusan, serta keberadaannya dalam era globalisasi yang menyebarluaskan berbagai ideologi ini membuat remaja semakin berisiko melakukan suatu hal tanpa pemikiran yang matang, terutama mengenai hubungan seks yang dikaitkan dengan rasa kasih sayang. [4] Melihat dampak dari hubungan seksual di luar nikah yang cukup besar, pemerintah harus menaruh perhatian lebih kepada kesehatan reproduksi remaja. Pada dasarnya, hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2014 pasal 11 dan 12 mengenai kesehatan reproduksi remaja dan peran fasilitas kesehatan didalamnya.[5] Sayangnya, penerapan peraturan tersebut di masyarakat masih sangat minim.

Perlu peran lintas sektor untuk menerapkan Peraturan Pemerintah tersebut secara maksimal. Tugas lintas sektor mencakup pendisiplinan penerapan perundang-undangan di Indonesia terhadap perilaku seks bebas hingga menggerakkan dinas kesehatan daerah yang bekerjasama dengan sektor pendidikan untuk lebih menggalakkan edukasi kesehatan reproduksi remaja.

Peran serta masyarakat juga harus lebih tinggi untuk saling menyadarkan remaja baik anak-anaknya, saudaranya, muridnya, atau remaja yang memiliki gaya berpacaran yang berlebihan untuk melakukan prilaku seksual yang sehat. Masyarakat dapat turut membantu dengan turun langsung menasehati, melalui organisasi keremajaan, hingga gerakkan sosial lain untuk meningkatkan perhatian terhadap kesehatan reproduksi dan menjauhi seks bebas.

Mengurangi kehamilan remaja untuk mengurangi resiko kematian ibu dan anak ini harus ditindaklanjuti dengan serius. Salah satu cara utamanya adalah menghilangkan perilaku seks bebas terutama dikalangan remaja. Selain mencegah transmisi penyakit menular seksual, juga dapat mengurangi angka kematian ibu dan anak. Angka kematian ibu merupakan indikator kesejahteraan masyarakat di suatu negara.[3] Ibu dan anak yang sehat kelak akan menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang semakin sejahtera.



Referensi

  • Kementrian kesehatan Republik Indonesia. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Infodatin; 2014
  •  World Health Organization. Adolescent pregnancy. [internet] september 2014. [cited 2017 sept 1st] available from : http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs364/en/
  • Kementrian kesehatan Republik Indonesia. Situasi Kesehatan Ibu. Jakarta: Infodatin; 2014
  • Gentry JH, Campbell M. Developing Adolescent: A reference of professional. Wawshington: American Psychological Association; 2015
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014. Kesehatan Reproduksi. Berita negara Indonesia nomor 5559. Jakarta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun