Mohon tunggu...
Markus Eko Susilo
Markus Eko Susilo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Perjalanan = > Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kualitas Pendidikan Jepang

15 Februari 2012   15:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:36 4246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya pikir setiap orang pasti setuju bahwa pendidikan dapat meningkatkan kualitas suatu manusia, karena pendidikan mengajarkan kepada setiap orang untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapi dengan cara atau metode tertentu. Selain itu pendidikan membentuk karakter dan kepribadian seseorang yang nantinya dibutuhkan oleh lingkungan dimana seseorang tersebut akan tinggal. Selain itu, pendidikan juga akan membentuk pola pikir seseorang. Hal ini lah yang sangat penting dari dunia pendidikan. Begitu sangat pentingnya dunia pendidikan, maka pemerintah dalam hal ini sebagai penyelenggara negara harus mengupayakan segala daya dan upaya untuk menyelenggarakan dunia pendidikan. Tidak hanya sebatas dalam menyediakan fasilitas, sumberdaya (baca : tenaga pengajar) dan faktor pendukung lainnya, seperti dana, maka tugas pemerintah telah selesai. Jika hanya dengan menyediakan hal itu saja pemerintah telah berpuas diri, maka kita dapat melihat bahwa ukuran yang ingin diberikan oleh pemerintah untuk menunjukkan kepada rakyat bahwa mereka telah berhasil, hanya dilihat dari sisi kuantitas penyelenggaraan pendidikan. Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan kualitas pendidikan kita?

Kali ini kita akan melihat dan mungkin bisa belajar dari sistem pendidikan Jepang mengapa mereka dapat maju (hampir bisa dikatakan maju dalam berbagai bidang) dan memiliki sumber daya manusia yang dapat diandalkan.

Untuk dapat melihat dan mengukur kualitas pendidikan di Jepang, ada beberapa hal yang dapat kita gunakan untuk mengukurnya. Salah satunya yaitu dengan melihat riset yang dilakukan oleh peneliti-peneliti Jepang. Dalam tulisan yang dibuat oleh Hadi Nur (warga negara Indonesia yang saat ini menjadi peneliti di Universiti Teknologi Malaysia dan pernah mengenyam bangku pendidikan di Jepang) ia memaparkan dengan sangat jelas bahwa ternyata riset-riset kelas internasional yang dilakukan oleh peneliti-peneliti Jepang sangat besar. Kalau mau dibandingkan dengan Indonesia, maka kita akan mendapati angka yang sangat terpaut jauh. Sebagai perbandingan, (saat menerbitkan artikel ini, ia menggunakan fasilitas web ISI (institute for Scientific Information) yang memuat data-data publikasi ilmiah dari seluruh dunia, memiliki kumpuluan 17 juta artikel, terdiri dari 5.700 jurnal dari 164 disiplin ilmu) Indonesia hanya menyumbang 2 % dari total beberapa negara yang dibandingkannya. Diantaranya, vietnam, Malaysia, Singapura, Thailand, Bangladesh, Filipina dan Jepang, dimana pada saat itu jepang menyumbang 76% persen dari keseluruhan artikel.

Sungguh miris melihat hal ini. Dalam hal riset ilmiah bertaraf internasional, kita sejajar dengan Vietnam dan berada di bawah Malaysia, negara tetangga kita.

Selain itu, artikel berbeda (yang saya dapat dari internet) ditulis oleh Hendra Gunawan. Ia menyoroti profesi tenaga pengajar antara negara Jepang dan Indonesia. tentunya, salah satu faktor yang dapat kita lihat untuk mengukur kualitas pendidikan, dapat dilihat dari kualifikasi tenaga pengajar yang ada dalam dunia pendidikan kita. Dalam artikelnya tersebut, ada satu kisah yang menceritakan pengalaman koleganya yang saat itu menjadi dosen di universitas kecil di Tokyo yang baru saja mendapat gelar doktor dari Universitas Tokyo (universitas ke-2 terbaik di Asia dan ke-19 terbaik di dunia) tentang mengapa ia tidak menjadi di Universitas Tokyo, padahal saat dua tahun kelulusannya dari Universitas Tokyo, ia telah mempublikasikan 14 paper di berbagai jurnal internasional dan saat ini (pada saat artikel ini dipublikasikan) ia telah menulis 6 paper berikutnya. Teman dari penulis artikel ini menjawab bahwa persaingan untuk dapat menjadi staf pengajar di Jepang sangat ketat. Begitu sangat ketatnya kualifikasi pengajar yang diterima oleh sistem pendidikan di Jepang.

Tidak hanya itu, dalam artikel tersebut juga dipaparkan lunaknya sistem promosi dalam sistem pendidikan di Indonesia untuk mendapatkan gelar tertinggi dalam perguruan tinggi, yaitu Guru Besar. Seseorang dapat meraih gelar tertinggi, tanpa harus memiliki prestasi yang istimewa dalam penelitian. “Hanya dengan memiliki dua publikasi nasional sejak menjadi lektor kepala, seorang dosen dapat diusulkan (dan pada umumnya disetujui) menjadi Guru Besar, asalkan ia telah mencapai angka kredit 850, yang dikumpulkannya menjadi dosen”.Tampak begitu mudah di Indonesia untuk menjadi Guru Besar bila dibanding dengan di Jepang. Apakah hal ini kita masih dapat menganggap bahwa kualifikasi Guru Besar kita dapat dipertanggungjawabkan? Saya yakin, meskipun tidak semua, akan tetapi hal ini memperlihatkan kepada kita bahwa ternyata ada yang harus diperbaiki dalam sistem pendidikan kita.

Selain itu, untuk melihat kualitas pendidikan Jepang juga dapat kita lihat dalam indeks pendidikan yang dikeluarkan oleh UNDP.

Tahun

Indonesia

Jepang

Malaysia

1980

0.346

0.719

0.423

1985

0.394

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun