Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Benarkah Festival Film Bandung adalah Ajang Perfilman Bergengsi yang Sesungguhnya?

15 Agustus 2017   11:48 Diperbarui: 16 Agustus 2017   22:48 7981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pevita Pearce di FFB 2014 (sumber: seleb.tempo.co)

Mengapa harus ada Festival Film Bandung (FFB)? Tidakkah cukup Festival Fim Indonesia (FFI) yang menjadi ajang pembuktian para insan film tanah air?

Pertanyaan saya mungkin mewakili pertanyaan banyak orang. Hingga membaca tulisan Herman Wijaya tentang banyaknya Juri FFI yang tidak menonton film yang dinilai. Tak tanggung-tanggung, Lukman Sardi sebagai Ketua Pelaksana FFI 2016 yang membuka "aib" tersebut.

Aib yang tentu saja berimplikasi pada:

  • Legitimasi pemenang FFI, pihak yang menentukan kemenangan adalah dewan juri yang tidak bekerja dengan semestinya,
  • Legitimasi Juri FFI (Ngga kerja tapi menerima bayaran, hmmm.....),
  • Penyelenggaraan FFI tidak berdampak pada perbaikan perfilman sesuai amanat UU nomor 32 tahun 2009 tentang perfilman.

Berbeda dengan FFI yang harus diselenggarakan karena undang-undang mengamanatkan demikian, gelaran FFB berawal ketika sejumlah wartawan, pengamat dan budayawan yang kerap menulis di harian Pikiran Rakyat, secara rutin menonton film-film baru di preview room PT Kharisma Jabar Film.

Paling tidak akan ada dua film baru yang akan diputar di bioskop mereka saksikan. Usai menonton, terjadi diskusi yang bertambah meriah ketika peminat bertambah. Tidak hanya penulis film, tapi juga dari kalangan teater dan komunitas, aktif urun rembug mengenai film-film yang mereka tonton.

Seiring berjalannya waktu didapat kesimpulan banyak film layak tonton sebagai wacana pengayaan apresiasi ternyata kurang diminati masyarakat, Tapi film-film dengan cita rasa 'pasar' yang kental justru diserbu penonton.

Sungguh menyedihkan. Di pihak lain apreasi berbentuk tulisan atau resensi film tidak mungkin bisa menyuguhkan semua film yang beredar, mengingat sedikitnya jumlah media cetak yang ada dengan halaman yang terbatas pula. Kenyataan ini menimbulkan gagasan untuk memberikan apresiasi dengan wujud konkret yang dengan mudah dipahami dan diakses masyarakat.

Itulah awal kelahiran Festival Film Bandung ( FFB ) yang diadakan pertama kali pada tahun 1987. Pada pemerintahan orde baru, FFB pernah mendapat tekanan untuk mengganti kata festival menjadi forum, sehingga bernama Forum Film Bandung, dengan alasan festival hanya milik FFI.

Sehingga tak berlebihan jika penghargaan bagi insan fim dan televisi ini seharusnya lebih bergengsi karena:

  • Merupakan apresiasi komunitas pecinta perfilman (bioskop dan televisi),
  • Menjadi barometer karena secara konsisten diadakan, tanpa pernah absen. Bahkan pada saat perfilman Indonesia tertidur dengan lelapnya di era 90-an, FFB tetap diselenggarakan. Kala itu FFB memilih film televisi dan film impor.
  • Karya yang terpilih mendapat predikat Terpuji, bukan terbaik. Artinya karya tersebut patut mendapat pujian atau mendapat pujian. Bukan berarti sebagai karya yang 'paling' atau lebih baik dari yang lain. 

Penggunaan istilah “Terpuji”  hanyalah untuk membantu penikmat film untuk mengapresiasi dan memperluas wawasan film nasional atau referensi bahan perbandingan dengan film asing. Oleh karenanya, pemenangnya bisa lebih dari satu, atau bahkan tidak ada pemenang. Demikian juga ketika film Indonesia didominasi adegan ranjang dan semi bom seks, berkali2 FFB mengumumkan, tidak ada film Indonesia yg layak meraih predikat terpuji.

Dalam rilisnya panitia FFB 2016 - 2017 mengemukakan bahwa ada 114 judul film nasional, 107 judul serial TV, 204 judul FTV (sinetron lepas), dan 184 judul film impor, yang diamati juri. Dan seperti yang telah dilaksanakan tahun-tahun sebelumnya, periode pengamatan berlangsung dalam beberapa sesi. Seperti misalnya 114 judul film nasional dibagi 4 periode pengamatan, setiap periode ada film yang dipilih untuk diamati lebih lanjut. Hingga didapat 20 judul film sebagai nominasi untuk mendapat penghargaan terpuji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun