Mohon tunggu...
Mardi Yanto
Mardi Yanto Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pembelajar

Seorang pembelajar dan penjelajah. Bagi saya mimpi sangat dekat dengan kenyataan. Mimpi juga sebenarnya tidak selalu terjadi saat seseorang sedang tertidur, atau di bawah alam sadar. Dalam kondisi sadar pun kita bisa bermimpi. Mimpi sebenarnya juga tidak identik dengan sesuatu yang sulit atau mustahil tercapai.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekawan, Sehidup, Semati! (Kisah Tragis Buruh Panci Tangerang)

7 Mei 2013   09:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:58 3005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13678954261166828144

[caption id="attachment_259458" align="alignnone" width="654" caption="(Foto: Lokasi penyekapan para buruh panci di Tangerang)"][/caption]

Saat kamera teve swasta mengarahkan di TKP perbudakan buruh di Tangerang, saya menangkap guratan dengan tinta hitam bertuliskan “Sekawan, Sehidup, Semati!”. Tulisan terlihat melekat di tembok kusam dekat kamar mandi. Kata-kata menyiratkan “manifestasi” tekad para buruh panci dalam menumpahkan suara hati yang tersekap dalam kamar pengap penuh debu.

Lebih miris lagi, dalam ruangan minim ventilasi yang hanya dialasi tikar kumal terserak nasi dan garam beryodium. Di duga para buruh tersebut terpaksa makan nasi hanya dengan garam selama berbulan-bulan.

Mengerikan. Tentu saja!

Mereka bertahan, boleh jadi karena guratan mereka di tembok, sekawan, sehidup, semati. Lagi-lagi sebuah hasrat yang tak bisa mereka suarakan.

Pertanyaan mengemuka. Mengapa bisa terjadi? Mengapa mereka tidak lari?

Jawabannya sudah diendus media, yakni ternyata para buruh “dijebak” ketika sampai lokasi, barang pribadi dirampas, lalu dipekerjakan di bawah ancaman. Jika kabur nyawa menjadi taruhan. Dugaan lain, ada ‘backing” dari aparat, terutama lurah dan oknum polisi.

Saya sendiri adalah keluarga buruh tulen, Ayah saya di masa mudanya malah mengesampingkan menjadi pegawai dan memilih menjadi buruh. Dua orang kakak saya selepas SMA juga mantap menjadi buruh di Bandung, begitu juga adik saya memilih menjadi buruh di Semarang. Saya sendiri secara pribadi, sejak belia bercita-cita menjadi buruh, tapi urung terjadi lantaran melihat nasib ketiga saudara saya, dan juga ayah saya yang tidak berubah. Saya memilih jalan lain. Kisah kakak-adik saya pernah saya tulis menjadi skenario film dan saya ikutkan kompetisi penulisan skenario di Jogja, sayang saya lupa tahunnya (mungkin 2005) dan tidak saya dokumentasikan.

Meski kini saya menjadi pegawai, tetapi naluri buruh mengalir dalam darah saya sehingga sangat terusik dengan berita “perbudakan” di Tangerang.  Sebenarnya perihal buruh hanya sekadar menjadi sapi perahan para pemilik pabrik “jamak” terjadi. Bahkan, pernah saudara saya harus bekerja dari pukul 07.00-23.00, bahkan jika harus kejar target bisa berhari-hari tidak pulang. Meski melanggar selalu saja ada celah bagi perusahaan untuk mengakali petugas dari Depnaker.

Masalah lain, yang membuat buruh terpuruk adalah kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan. Kemiskinan mendorong mereka menjadi sosok inferior dan selalu bergantung kepada pemilik modal. Lalu pendidikan, pendidikan yang rendah membuat mereka tak banyak pilihan dan tidak memiliki sikap kritis dalam menyuarakan haknya. Maka, penting kiranya “Edukasi Buruh” untuk mengetahui hak-hak dasar mereka sebelum bekerja. Masalah edukasi buruh tentu saja domain dinas tenaga kerja, yang idealnya punya data karyawan di wilayah kerjanya, sehingga bisa melakukan pembinaan.

Tetapi biasanya, pemerintah berdalih “mana mungkin kami bisa mengawasi ribuan karyawan di wilayah kami.” Sama persis jawaban dari kemenlu seandainya terjadi penyiksaan TKI di luar negeri.

Entah apa sebenarnya pekerjaan “mereka” itu.

Itu saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun