Mohon tunggu...
Mardi Yanto
Mardi Yanto Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pembelajar

Seorang pembelajar dan penjelajah. Bagi saya mimpi sangat dekat dengan kenyataan. Mimpi juga sebenarnya tidak selalu terjadi saat seseorang sedang tertidur, atau di bawah alam sadar. Dalam kondisi sadar pun kita bisa bermimpi. Mimpi sebenarnya juga tidak identik dengan sesuatu yang sulit atau mustahil tercapai.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bukan Empat Mata, Kamis, 4 April "Menyedihkan" Sekali!

5 April 2013   14:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:41 2879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Heboh Eyang Subur sebenarnya tidak penting-penting amat karena itu menyangkut masalah pribadi orang per orang. Tetapi sayangnya berkat kecanggihan media hal itu menjadi menyebar begitu liar dan sudah masuk ke ranah publik. Jika hal itu tidak mempengaruhi publik itu biarkan saja, tetapi saya melihat kecenderungannya menjadi sangat mengganggu masyarakat. Apalagi kita dipertontonkan perdebatan, amarah, sinisme, dan sarkasme yang “memuakkan”.

Seperti tayangan Bukan Empat Mata Tukul Arwana, 4 April pukul 22.00. Meski dikemas komedi situasi gaya Tukul tetap saja ketidakelokan komentar bintang tamu merusak acara ini.

Seperti diketahui acara bertema “Eyang Subur” tersebut mengundang lima bintang tamu yakni, Novi Oktora, mbah Lindun, Komedian Tarzan, Eyang Sigit (murid Eyang Subur) dan Maman (pimred Citra/kriminolog).

Segmen pertama acara ini diawali dengan kehadiran Novi Oktora, yang membeberkan (sambil) menangis pengalaman dia bergaul dengan Eyang Subur sampai dilamar dua kali untuk menjadi istri Eyang Subur, konon yang ketujuh.

Segmen berikutnya, Tukul menanyakan sosok Eyang Subur kepada Mbah Lindun, Mbah Lindun ini kira-kira usianya di atas 75 tahun, suaranya lantang dan keras, tetapi Mbah Lindun, memiliki gangguan penglihatan. Mbah Indun menuturkan bahwa Eyang Subur pernah datang ke rumahnya minta “penglaris” usaha menjahitnya, “ kira-kira kejadian ini tahun 80-an,” tutur Mbah Indun.

Selanjutnya datang dua bintang tamu, yakni Tarzan dan Eyang Sigit, dua orang yang memiliki kedekatan dengan Eyang Subur.

Dasar komedian, Tarzan dengan bernas dan cerdas menceritakan pengalamannya dengan Eyang Subur dengan “apik” dibumbui dengan gimik dan gaya komedi.

Tetapi lain dengan Eyang Sigit yang tampil dengan gimik agak kurang “elok” dengan duduk menyilangkan kaki, ada kesan sebuah arogansi. Bahkan, saya sempat terkejut dengan ulah Eyang Sigit yang memotong pembicaraan Mbah  Lindun dengan nada emosi. Bahkan, seolah menggurui Mbah Lindun, Eyang Sigit dengan emosional berucap “orangtua ngomong yang beneer...”

Gila nih orang! Batin saya, mana sopyan santyun ya...sama orangtua. Mana rasa hormatmu ...Eyang Sigit...?

Saya sampe geleng-geleng, menghela napas dalam-dalam. Sekali lagi kita disuguhi perilaku orang dewasa dengan kualitas yang buruk. Wajarlah jika kekerasan, amarah, dan caci maki menjadi menu santapan kita tiap hari.

Dan yang membuat saya “berpikir” adalah selalu membawa-bawa nama “Allah” dalam setiap pembicaraannya.

Pun demikian, saya jadi teringat dengan murid saya yang sekarang menimba ilmu di Pondok Pesantren Salafy. Suatu kesempatan bertemu dengan saya, tergopoh-gopoh ia menyalami saya, masih dengan rasa takzimnya, yang kadang membuat saya risih.

Bagi orang-orang Salafy, hidup, mati, rezeki ada di tangan Allah. Mereka tidak akan berpenampilan mewah dan wah di dunia. Akhlak berada di atas ilmu, jadi mereka memang ketika di pondok sekadar menimbu ilmu agama sampai lulus. Bagaimana dengan rezeki, tak banyak mereka pikirkan. “Rezeki pasti adalah pak”, katanya enteng.

Ketika Tukul bertanya darimana kekayaan Eyang Subur, maka Eyang Sigit mengatakan bahwa kekayaan itu bersumber dari pemberiaan orang-orang yang telah “berhasil”. Uniknya, pemberian-pemberian itu kemudian diberikan kepada orang-orang yang datang kepadanya.

Ya agak aneh memang, kenapa tidak diberikan kepada fakir miskin? Itulah yang selalu saya pikirkan sampe sekarang!

Walhasil, Bukan Empat Mata Episode Eyang Subur  sangat “menyedihkan” karena telah gagal memberikan tontonan yang menghibur, menarik, edukatif. Itu Saja!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun