Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Benarkah Anies Galau dengan Triple Password Ahok dan E-Budgetting?

28 April 2017   14:18 Diperbarui: 28 April 2017   14:34 1737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Benarkah Anies Galau Dengan Triple Password Ahok dan  E-Budgetting?

Sehari  sesudah pencoblosan suara pilgub dki putaran kedua dan seusai beberapa lembaga survey mengumumkan hasil hitung cepatnya,Ahok mengundang Anies Baswedan sebagai Gubernur baru ke Balai Kota DKI. Ketika pertemuan sekitar setengah jam tersebut usai bermunculan beragam komentar antara lain menyebutkan wajah Anies Baswedan terlihat tidak ceria bahkan terkesan galau. Masih menurut komentar tersebut penyebab galaunya Anies karena pada pertemuan setengah jam tanggal 20 April itu Ahok telah menjelaskan sistim keuangan Pemda DKI yang telah menggunakan e-Budgetting.

Untuk membuka dan merobah isi anggaran Pemda DKI yang ada pada e-Budgetting tersebut harus menggunakan triple pasword yaitu yang berada ditangan Gubernur DKI,BPK dan KPK.Hal ini berarti setiap perobahan rincian dana yang telah terkunci pada e-Budgetting selalu bisa dipantau dan diawasi BPK dan KPK. Kegalauan Anies muncul karena menurut yang membuat komentar ,pemenang pilgub dki itu tidak bisa lagi mengobah atau mengotak atik anggaran yang telah tersusun. 

Kenapa Anies punya keinginan untuk mengotak atik anggaran ? agar ia dapat memberi porsi  berupa dana kepada tokoh atau ormas yang telah mendukung dan memenangkannya dalam kontestasi pilgub DKI.Masih menurut yang punya komentar ,Anies punya kewajiban untuk membalas budi baik pihak pihak yang telah memenangkannya yang sejalan dengan prinsip " tidak ada makan siang yang gratis".

Untuk menelaah sejauhmana kebenaran tuduhan ini selayaknyalah kita bicarakan dulu tentang e-Budgetting. Sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini banyak sekali sistim yang membubuhkan huruf  e didepan kata sebutlah misalnya e-Procurement,e-Commerce,e-Planning dan juga e-Budgetting.

Berkaitan dengan e-Budgetting sekurang  kurangnya ada 2 tujuan yang dicapai dengan menggunakan sistim tersebut ,1). Setiap orang bisa mengaksesnya sehingga setiap warga bisa melihat langsung anggaran yang sedang berjalan .Dengan demikian sistim ini menciptakan transparansi karena publik memperoleh informasi yang luas dan tepat tentang rencana penggunaan anggaran.2).Setiap orang dapat mengawasi penggunaan anggaran yang tentunya menumbuhkan social control atau pengawasan oleh masyarakat.

E- Budgetting pada awalnya bersumber dari bahan bahan yang diperoleh melalui musyawarah rencana pembangunan (musrenbang ) yang dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat kelurahan/desa,kecamatan ,kabupaten/kota/wilayah hingga sampai ke level provinsi. Sebelum anggaran (budgetting) ditetapkan sebagai peraturan daerah ( perda) maka dilakukan terlebih dahulu pembahasan yang intens oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah ( TAPD) yang diketuai oleh Sekretaris Daerah kemudian diajukan kepada Kepala Daerah.

Sesudah Kepala Daerah menyetujui rancangan yang dibuat oleh TAPD maka dilanjutkan dengan pembahasan bersama pimpinan DPRD.Biasanya di DPRD pembahasan rancangan anggaran dilaksanakan oleh Badan Anggaran DPRD.Pembahasan antara Gubernur (eksekutif) dan Pimpinan DPRD ( legislatif) akan menghasilkan KUA PPAS( Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafond Anggaran Sementara) yang biasanya disepakati pada bulan Juni sebelum tahun anggaran berjalan.

Pada KUA PPAS telah dicantumkan plafon anggaran untuk masing masing Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD) misalnya x rupiah untuk dinas A dan Y rupiah untuk badan C.Dengan plafon anggaran tersebut masing masing SKPD menyusun program kerjanya kemudian dibahas di TAPD dan setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah baru disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD.Setelah melalui pembahasan yang biasanya cukup alot antara DPRD(Badan Anggaran) dengan Gubernur cq TAPD maka disepakatilah   RAPBD tersebut menjadi APBD setelah dieksaminasi oleh Kementerian Dalam Negeri(sedangkan untuk kabupaten / kota dieksaminasi oleh Gubernur).

Untuk daerah yang belum menerapkan e-budgetting maka APBD dihimpun dalam satu buku yang juga disebut Buku APBD.Untuk APBD DKI bisa dibayangkan betapa tebalnya buku tersebut karena jumlah APBD nya mencapai Rp .70 Triliun.Tetapi bukan hanya persoalan tebalnya buku tapi buku tebal yang memuat ribuan rincian kegiatan tersebut sangat rawan untuk diselewengkan. Karena berbentuk buku selalu ada celah untuk oknum yang ingin mencari keuntungan pribadi dengan mengubah atau menambah (mark up) satuan harga dan hampir dapat dipastikan Gubernur atau Kepala Daerah tidak akan mampu mengawasi atau mengontrol item rincian anggaran yang jumlahnya ribuan tersebut.mHal lain yang mungkin muncul adalah masuknya anggaran siluman yaitu munculnya anggaran pada APBD padahal tidak pernah dibahas sebelumnya. 

Kita masih ingat pada awal pemerintahan Ahok muncul di APBD anggaran untuk pengadaan UPS( Uninterruptible power supply) yang ditaksir merugikan negara hingga Rp.81,4 Miliar. Dengan menggunakan e-Budgetting penyelewengan seperti itu akan bisa dihindari karena asal usul perobahan anggaran tersebut akan bisa dilacak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun