Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama FEATURED

Melirik Kaitan Antara Mega, PDI-P dan Jokowi

10 Januari 2019   06:44 Diperbarui: 10 Januari 2022   06:30 1628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri berfoto bersama Presiden Jokowi| Tribunnews/Dany Permana

Megawati Soekarnoputri mengawali karier politiknya pada sekitar awal tahun delapan puluh. Putri Bung Karno itu diajak oleh Suryadi, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) untuk ikut membesarkan partai yang merupakan fusi lima partai politik itu. 

Kelima parpol yang berfusi pada 10 Januari 1973 itu ialah Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Partai Murba dan Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).

Fusi kelima parpol itu tidaklah dapat disebut terlaksana secara sukarela tetapi karena merupakan keterpaksaan. Disebut keterpaksaan karena penyederhanaan parpol merupakan kebijakan pemerintahan Orde Baru. Hal itu terlihat juga pada kebijakan terhadap partai-partai yang berazaskan Islam.

Empat parpol yang berazaskan Islam yaitu, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Syarikat Islam Indonesia ( PSII) dan Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) harus berfusi ke satu wadah politik yang diberi nama Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Lima parpol yang berfusi menjadi PDI, pada pemilu 1971 masih merupakan partai peserta pemilu. Begitu juga dengan empat parpol yang berfusi menjadi PPP itu, pada pemilu 1971 masih merupakan parpol peserta pemilu 1971. Sehingga pada pemilu pertama pada masa Orde Baru itu ada 9 parpol yang bertarung ditambah Golkar. Pada masa itu Golkar tidak dikategorikan sebagai partai politik.

Tidak dapat ditampik kesan, bahwa kebijakan atau tepatnya paksaan untuk melakukan fusi partai politik itu bertujuan agar pemerintah lebih mudah mengontrol kekuatan politik yang ada. Dengan kata lain fusi juga bermaksud untuk mengerdilkan peran parpol. 

Kebijakan mengerdilkan peran parpol itu membuahkan hasil karena pemilu sesudah fusi 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 semuanya dimenangkan secara absolut oleh Golkar. 

Mengingat hampir semua sumber daya yang dikuasai oleh pemerintah ditujukan untuk memenangkan Golkar dan mengerdilkan dua parpol yang ada, sehingga masing-masing parpol harus bekerja keras dan memutar otak bagaimana caranya agar parpolnya tetap eksis .

PPP pada pemilu 1982 menorehkan catatan manis. Walaupun parpol ini kalah dalam perolehan suara nasional tapi partai ini memenangkan pertarungan di daerah yang sangat prestisius yaitu di DKI Jakarta dan Aceh.

Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang juga mengalami tekanan politik, hingga harus menemukan formula baru agar popularitas partai tidak stagnan bahkan menurun. Suryadi melihat formula baru itu berada di trah Sukarno.

Sejak tahun 1966 dan sesudahnya, oleh penguasa terus dilakukan secara masif tindakan "de- Sukarnoisasi", sebuah tindakan yang menginginkan agar Proklamator itu kehilangan pengaruh politiknya di negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun