Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pansus Hak Angket KPK dan Posisi Dilemmatis Jokowi

15 September 2017   09:09 Diperbarui: 15 September 2017   10:00 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perseteruan antara Pansus Hak Angket KPK dengan KPK kelihatannya masih akan terus berlanjut.Malahan diperkirakan pada hari hari mendatang perseteruan tersebut akan semakin hangat dan semakin seru untuk mengikutinya.
Berbagai manuver yang telah digelar Senayan ,dimaknai oleh publik sebagai upaya untuk memperlemah komisi anti rasuah tersebut.Walaupun pansus mengatakan manuver dan langkah mereka bukan untuk memperlemah KPK tetapi tidak dapat ditampik kesan sesungguhnya kesana lah arah yang mereka tuju.

Menghadapi berbagai langkah Senayan tersebut terlihat KPK tidak goyah.Sampai sekarang KPK tidak bersedia hadir untuk memenuhi undangan pansus yang dibentuk oleh DPR tersebut.
Selain tidak bersedia menghadiri undangan pansus,KPK juga melontarkan ancaman akan menggunakan pasal pasal " obstruction of justice" ,menghalang halangi penyidikan sebuah perkara terhadap para anggota pansus.

Terhadap ancaman yang demikian ,pansus juga memberi reaksi yang cukup keras yang menyatakan tidak tepat kalau KPK menggunakan pasal pasal tersebut untuk menjerat anggota pansus.
Bahkan Masinton Pasaribu,anggota pansus  mendatangi KPK dengan membawa kopor yang diduga berisi pakaian serta meminta agar KPK segera menahannya karena dituduh menghalang halangi pemeriksaan atau penyidikan terhadap sebuah proses hukum.

Publik menilai perseteruan antara Pansus dan KPK juga semakin hangat karena seyogianya beberapa hari yang lalu ,KPK akan memeriksa Setya Novanto untuk pertama kalinya sebagai tersangka.
Bermunculan berbagai spekulasi andainya Setnov memenuhi panggilan tersebut apakah ia akan ditahan atau tidak.
Nyatanya memang Setnov tidak hadir karena alasan sakit.

Setnov juga telah melayang kan gugatan melalui sidang pra peradilan terhadap statusnya sebagai tersangka tersebut.Pengadilan juga menunda sidang pra peradilan dimaksud.
Disisi lain sebuah surat atas nama DPR yang ditanda tangani oleh Fadli Zon,Wakil Ketua DPR juga dikirim ke KPK yang isinya meminta KPK menangguhkan pemeriksaan Setnov mengingat sekarang sedang berlangsung sidang pra peradilan.

Terhadap surat pimpinan DPR yang demikian juga memunculkan polemik di masyarakat.Ada yang menyebut surat dimaksud merupakan bentuk intervensi pimpinan DPR terhadap KPK sementara ada yang mengatakan surat dimaksud hanyalah surat biasa dan tidak ada niatan untuk meng intervensi komisi anti korupsi yang bermarkas di Kuningan itu.
Dalam suasana kegaduhan yang demikianlah banyak pihak yang meminta agar Presiden Jokowi segera mengambil langkah langkah untuk mengakhiri perseteruan itu.

Dalam berbagai kesempatan Jokowi menegaskan tidak boleh terjadinya pelemahan terhadap KPK karena kita masih butuh lembaga tersebut untuk memberantas korupsi di negeri ini.
Walaupun Jokowi mengatakan tidak ingin KPK lemah tetapi istana juga menyebut Jokowi tidak mungkin meng  intervensi proses perseteruan yang terjadi dewasa ini.

Secara ke tata negara an ,pada diri Jokowi sebagai Presiden melekat dua fungsi yaitu sebagai kepala negara dan juga sebagai kepala pemerintahan.
Mengacu kepada Trias Politikanya Montesquieu yang membagi cabang kekuasaan negara terhadap 3 cabang yaitu,eksekutif,legislatif dan judikatif maka Jokowi sebagai kepala pemerintahan( eksekutif)  tidak berwenang mencampuri kegiatan atau aktivitas legislatif dan judikatif.
Dalam pemahaman yang demikian maka Jokowi tidak berwenang mencampuri urusan legislatif dalam hal ini DPR yang telah membentuk Pansus Hak Angket KPK.

Begitu juga halnya dengan KPK ,Presiden juga tidak dapat mengintervensi KPK karena komisi anti rasuah itu bukanlah bawahan presiden.
Kemudian kalau disimak pasal demi pasal UUU 45 juga tidak terlihat adanya kewenangan Kepala Negara untuk mencampuri ranah legislatif dan judikatif.Yang ada hanya sebatas kewenangan dalam pemberian grasi,amnesti dan abolisi.
Posisi Jokowi agak dilemmatis menghadapi Pansus Angket terutama karena dua hal,1).penggerak atau motor pansus berasal dari parpol pendukung pemerintah terutama Golkar dan PDIP dan,2).Jokowi bukanlah Ketua Umum Parpol.

Dengan posisinya yang demikian ,menurut pendapat penulis yang bisa dilakukan Jokowi hanyalah sebatas kontak kontak pribadi dengan pimpinan parpol penggerak Pansus Hak Angket.Namanya kontak atau pendekatan pribadi tentu tidak menjamin mereka untuk mendengarnya apalagi untuk menghentikan langkahnya.

Karenanya salah satu hal yang berharga dari perseteruan yang ada sekarang ini ialah menyadarkan kita bahwa belum terjadi check and balances diantara cabang cabang kekuasaan negara.
Mungkin hal ini perlu dipikirkan melalui Amandemen UUD pada masa yang akan datang sehingga cabang cabang kekuasaan negara bisa saling mengawasi.

Salam Demokrasi!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun