Mohon tunggu...
Melda Imanuela
Melda Imanuela Mohon Tunggu... Penulis - Founder Kaukus Perempuan Merdeka (KPM)

Trainer, Education, Gender and Financial Advisor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemanusiaan Sejatinya Manusia

19 September 2017   12:29 Diperbarui: 29 November 2017   11:55 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu sensitif mulai dimainkan dengan aktor dibelakang layar semua bermuara dari Pemilu 2019. Baru-baru ini pemberitaan terkait Penyerangan Gedung YLBHI-LBH Jakarta pada tanggal 17 September 2017 di Jalan Diponegoro No. 74 Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat. Massa yang melakukan penyerangan tersebut mencoba menghentikan acara-acara  yang diselenggarakan di YLBHI-LBH Jakarta yakni :

1) Penyelenggaraan Seminar Pelurusan Sejarah 1965 pada Sabtu, 16 September 2017 lalu dan polisi membubarkan seminar LBH Jakarta karena tidak mendapatkan ijin kegiatan, dan (2) Menggelar acara apresiasi seni Asik Asik Aksi bertema "Darurat Demokrasi" sebagai respons atas pembubaran kegiatan sebelumnya. Namun massa menganggap acara tersebut kegiatan untuk membangkitkan PKI kembali, reaktif massa dengan menyerang Gedung YLBHI-LBH Jakarta Pusat pada hari Senin tanggal 18 September 2017 dini hari. 

Penyerangan massa "anti komunis" sarat dengan tindakan kekerasan dengan pelemparan, perusakkan dan ujaran kebencian mengakibatkan sejumlah panitia penyelenggara, penyintas '65 yang berusia lanjut, dan peserta yang hadir dalam acara tersebut termasuk pengisi Acara SIMPONI BAND dan Melanie Subono terkurung semalaman di gedung tersebut. Selain itu aktivis LBH, para penyintas '65 yang hadir dalam acara Seminar maupun AsikAsikAksi disinyalir menjadi korban persekusi. Dampaknya mereka menjadi trauma. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi semakin meluasnya persekusi tersebut YLBHI dan LBH Jakarta meminta perlindungan kepada Komnas HAM dan kepolisian RI.

Beredar berita hoax dalam acara seni yang diselenggarakan YLBHI - LBH Jakarta tentang Kebangkitan PKI, menyanyikan lagu "Genjer-Genjer" dan adanya rencana pembunuhan jendral. Faktanya, tak ada satupun pengisi acara yang menyanyikan lagu yang dituduhkan tersebut. SIMPONI menyanyikan "Terlalu Banyak, Tanah Duka, Doa dan Satu Papua" sedangkan Melanie Subono dan band menyanyikan lagu "Nyalakan Tanda Bahaya, Darah Juang, Sajak Suara" dan mengajak peserta menyanyikan "Indonesia Raya". Kemudian Ananda Badudu menyanyikan lagu "Sebagai Kawan, Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Berganti", sampai akhirnya harus terhenti karena massa diluar gedung semakin banyak dan anarkis hingga memaksa peserta acara memadamkan lampu-lampu dan memasang barikade ditiap pintu dan jendela gedung.

Bicara komunisme sejatinya dimana-diman sudah runtuh dan tidak ada lagi bahkan tak perlu ditakuti. Di Rusia, China dan Vietnam. Hanya Korea Utara yang masih bertahan dengan komunismenya. Demikian halnya dengan Seminar Pelurusan Sejarah dan dan acara seni yang diselenggarakan YLBI-LBH Jakarta itu tidak seharusnya dikhawatirkan apalagi sampai-sampai mengancam negara. 

Menengok kembali kebelakang Peristiwa '65 NU dan PKI sama-sama saling membunuh atau dibunuh itu yang terjadi. Perlu disadari bahwa peristiwa '65 bukan hanya satu faktor tunggal saja dalam peristiwa itu, PKI dan NU adalah korban keadaan. Harusnya ada pelurusan sejarah dan mari memaafkan bersama dan bergandengan tangan tidak mewariskam kebencian pada generasi mendatang. Namun sangat disayangkan semuaa kejadian masa silam '65 tersebut dilimpahkan kepada PKI dan tentara bersih dijaman Soeharto dengan rezim Orde Barunya. 

Bukankah berdiskusi itu hal biasa ditambah lagi banyak buku terkait penelitian dengan menampilkan berbagai sudut pandang baik dari korban dan pelaku sejarah. Melihat peristiwa sejarah seharusnya dikaji dan ditelaah secara menyeluruh tidak sepenggal saja. Peristiwa 1965 adalah kisah masa kelam dan pelanggaran HAM bagi negara seharusnya pemimpin bangsa ini bijaksana dan belajar dari sejarah tersebut yang menyisakan duka yang sangat mendalam dari berbagai pihak. 

Namun mirisnya isu-isu sensitif seperti SARA dan Pelanggaran HAM masa lalu seperti PKI atau komunisme menjadi alat segelintir oknum yang haus kekuasaan sehinggan menggoreng dan menjual isu untuk memecah belah dan banyaknya pemberitaan hoax yang membangkitkan kebencian kepada kelompok tertentu. Pentingnya kesadaran kritis bersama dibangun bahwa bahasa kekerasan dalam aspek manapun termasuk ujaran kebencian tidak dibenarkan dalam hal apapun dan agama manapun. Jangan mudah tersulut dengan hal-hal yang sensitif yang belum kita tahu kebenarannya. 

Kecerdasan tanpa rasa kemanusiaan, akan menghancurkan peradaban, akan menghancurkan kehidupan, akan menghancurkan planet tempat tinggal kita. Sejatinya kemanusiaan itu melampaui agama mu, aliranmu, ideologimu, sukumu, etnismu, warnamu, kelas sosialmu dan partai politikmu. Kemanusiaan itu sejatinya manusia. Jika manusia kehilangan rasa kemanusiaannya maka dia bukanlah manusia seutuhnya. Indonesia adalah kita. Pancasila adalah rumah kita bersama. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun