Mohon tunggu...
Melda Imanuela
Melda Imanuela Mohon Tunggu... Penulis - Founder Kaukus Perempuan Merdeka (KPM)

Trainer, Education, Gender and Financial Advisor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pria Sejati Pastinya Menjadi Manusia

9 September 2017   23:14 Diperbarui: 10 September 2017   00:24 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pria tampan,  cerdas,  bekerja atau acapkali dibilang mapan dan cool menjadi idaman setiap Perempuan. Tapi banyak stigma yang dilekatkan pada pria bahwa wajah tampan alias ganteng bukan jaminan kesetiaan dan bertanggung jawab.

Santernya cap bagi perempuan masa kini lebih memilih kemapanan dibandingkan wajahnya. Kadangkala adanya celotehan bahwasannya pria mapan dan tampan pada umumnya sudah berstatus suami orang. Pria bisa tampan dan klimis pokoknya menawan itu karena ada sentuhan dari seorang perempuan yaitu isterinya. Meskipun pernyataan tersebut bukanlah sepenuhnya benar adanya. 

Pria sejati pada dasarnya bukanlah tampilan luar yakni fisik semata melainkan yang terutama adalah tampilan dalamnya yaitu pikiran dan hatinya. 

Sejatinya pria tampan bukanlah yang bisa membuat mata perempuan selalu berpaling kepadanya, melainkan pria yang tidak akan memalingkan matanya terhadap perempuan yang dicintainya. 

Demikian halnya tak perlu menjadi pria terbaik yang mampu memahami setiap perempuan, tetapi pria yang cukup memahami satu perempuan dengan cara terbaik. 

Kemenjadian pria dikatakan sejati adalah menjadi manusia itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari kesehariannya memperlakukan dirinya,  sesama dan perempuan yang dicintainya. Boleh dikatakan bahwasannya menjadi diri sendiri dengan menjadi manusia yang lebih baik merupakan gambaran dari pria sejati. 

Pria sejati bukanlah mereka yang tunduk pada budaya patriarki. Budaya patriarki melenakan dirinya dengan menempatkan pria sebagai yang paling utama sehingga memiliki keistimewaan dibandingkan dengan perempuan.  Belum lagi kedudukan pria tersebut dilegitimasi dengan dogma agama yang sempit, kultus budaya sosial yang kerdil dan negara yang tidak berpihak pada perempuan. 

Akar permasalahan dari pelbagai kekerasan dan diskriminasi yang dialami oleh perempuan berawal dari pria yang lahir dan dibesarkan dengan konstruksi patriarki yang memandang perempuan adalah subordinat manusia.  Hal ini tampak mulai dari kebijakan yang diskriminatif kepada perempuan hingga kekerasan dalam rumah tangga,  mayoritas pelakunya adalah laki-laki. 

Pentingnya peran laki-laki  dalam mendorong keadilan gender dan bagian dari pemecahan masalah untuk mengikis stereotip dan menghapus kekerasan terhadap perempuan yang lagi maraknya seperti gunung es adalah kekerasan seksual. 

Selama ini perempuan diberdayakan tetapi laki-laki tidak diedukasi sehingga mata rantai kekerasan akan terus terjadi. 

Pola pikir yang secara sadar dibangun bahwa kesetaraan itu tercapai maka akan memberikan kebahagiaan laki-laki dan perempuan. Meskipun anggapan masyarakat bahkan pemerintah bahwasannya kehidupan sekarang ini sudah setara tapi kenyataaannya masih saja ada korban kekerasan yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun