Mohon tunggu...
Dja Doel
Dja Doel Mohon Tunggu... -

...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Memfitnah Nabi Sendiri

14 Juni 2012   06:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:00 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat kita ini adalah masyarakat yang spiritualis. Biarpun tidak khusus belajar agama, seperti di UIN atau pesantren, masyarakat awampun senang membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan agama. Demikian pula dengan saya yang senang memperdalam agama secara otodidak. Seperti kebanyakan orang, saya belajar agama semata untuk memuaskan keingintahuan dan pencarian diri sendiri. Berusaha menyerap hikmah-hikmahnya sebagai tambahan bekal untuk menghadapi kehidupan ini dan nanti. Dan hampir tak pernah ingat lagi mengenai dalil-dalil lengkap dan detailnya, karena memang tidak pernah berniat untuk menghapalkannya.

Semakin banyak belajar, semakin tumbuh kecintaan saya terhadap agama dan sang penyampainya junjungan saya Rasulullah SAW. Semakin juga menyadari dalam dan luasnya agama ini, sehingga menyadari pula bahwa hanya Rasulullah sajalah yang bisa menjalankan agama ini dengan sebenar-benarnya. Dan kita sebagai umatnya harus bekerja keras apabila benar-benar ingin memahami 'ruh/jiwa' yang sesungguhnya dari agama ini. Harus banyak belajar agar bisa menyelaraskan diri dengan 'ruh/jiwa semangat beragama' Rasulullah. Agar selalu bisa lurus mengikuti jejak langkah Beliau, tanpa terbelokkan ke kiri atau ke kanan.

Dan agar bisa selaras dengan Rasulullah, alangkah baiknya jika kita umatnya berusaha memahami apa yang Beliau inginkan terhadap umatnya. Yaitu mendalami dan melaksanakan ajaran agama, bukan pemujaan berlebihan tetapi tanpa pengamalan ajaran. Ibarat seorang bapak terhadap anak-anaknya. Sang Bapak pasti lebih senang jika anak-anaknya melaksanakan semua nasehat ajarannya, dan menjadi orang-orang yang benar dan sabar. Sang Bapak pasti akan sedih jika anak-anaknya menjadi tukang berkelahi dimana-mana, mudah tersinggung dan senang melakukan kekerasan. Menurut saya, jika kita benar-benar mencintai Rasulullah, maka adalah wajib bagi kita untuk memahami dan mencontoh sunnah Rasulullah secara benar. Yaitu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang diajarkan agama dan memahami 'ruh/jiwa'-nya, yang dua diantaranya adalah Kedamaian dan Keadilan.

Islam, sebagaimana yang selalu dicontohkan oleh Rasulullah, sangat menjunjung tinggi kedamaian. Itulah pemahaman saya yang semakin hari semakin saya yakini. Oleh karena itu saya yakin anggapan bahwa Islam itu agama kekerasan adalah keliru. Dan orang-orang Islam yang gemar melakukan kekerasan pada dasarnya adalah orang yang kurang memahami ajaran Islam itu sendiri. Dan kalau Islam dan Rasulullah tidak mengajarkan kekerasan, sedangkan sebagian umatnya justru gemar melakukan kekerasan, bukankah ini berarti menjelek-jelekkan agama sendiri? Termasuk juga pandangan salah bahwa seorang yang murtad harus dibunuh. Mustahil Rasulullah yang penuh cinta kasih menyuruh bunuh orang yang murtad, kecuali jika orang tersebut berbalik menyerang dan membahayakan umat Islam di saat itu.

Islam, sebagaimana yang selalu dicontohkan oleh Rasulullah, juga sangat menjunjung tinggi keadilan. Oleh karena itu, menurut saya, mustahil Rasulullah menyarankan poligami. Karena poligami pasti akan mengusik rasa keadilan bagi kebanyakan manusia pada umumnya. Rasulullah tidak pernah menyarankan poligami, tetapi memperbolehkannya dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang disertai dengan persyaratan-persyaratan yang sangat berat. Dan jika ada umatnya yang lalu menyarankan poligami dengan alasan Rasulullah juga melakukannya, bukankah ini berarti memfitnah nabinya sendiri?

Semangat syiar agama memang harus selalu dijaga. Tetapi segala sesuatu yang berlebih-lebihan tidaklah baik. Waspada menjaga niat tulus dari syiar itu jauh lebih penting. Karena tanpa kewaspadaan, seseorang akan mudah terpeleset ke perilaku pembenaran ego belaka, atau bahkan tanpa sadar ternyata telah dipermainkan oleh hawa nafsunya sendiri. Kreatifitas dalam berdakwah itu sangat diperlukan agar tidak timbul kesan membosankan. Akan tetapi lebih penting lagi adalah menjaga agar kreatifitas tersebut selalu bergerak ke arah yang positif, dan tidak malah terperosok ke arah yang negatif.

Mohon maaf jika ada salah kata.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun