Mohon tunggu...
Politik

Program Anies yang Makin Kehilangan Greget

29 Maret 2017   20:08 Diperbarui: 30 Maret 2017   04:00 3372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Idealnya pemilihan gubernur, seperti tantangan Anies di awal kampanye, adalah sebuah festivalisasi program. Seluruh kandidat menawarkan program-programnya dan meyakinkan bahwa ia memiliki track record dan kapabilitas untuk mewujudkan program tersebut. Namun karena banyaknya pengobaran isu SARA dan black campaign, akhirnya masyarakat malah fokus kepada isu yang salah. Saat ini pemulih Anies, diakui oleh Pollmark, banyak bergantung kepada isu agama sebagai alasan memilih. 

Nah sehubungan Ahok sendiri mulai menggencarkan berbagai ide baru yang menarik seperti KJL, Feeder Gratis KWK, Pasukan Merah, Jakarta Creative Hub, maka perlahan daya tarik program Anies mulai terabaikan, bahkan menjadi membosankan, karena ternyata petahana justru bisa memunculkan ide jauh lebih baik dan menarik atau memang kenyataannya tidak masuk akal dilaksanakan. Apa saja program yang tiba-tiba jadi usang tersebut?

1. DP 0

Dengan berbagai argumen yang muter-muter dan terus direvisi tanpa henti, warga mulai ragu apakah sebenarnya Anies punya ide yang komprehensif dalam menyediakan rumah dengan DP 0. Entah apakah DP 0 ini maksudnya benar-benar tak perlu bayar DP sama sekali, apakah DP nya ditabung, ataukah DPnya dicicil, lalu kemudian disubsidi oleh Pemprov. Anies juga kesulitan menjelaskan di mana lokasi rumah yang dimaksud bisa berharga di bawah RP 350 juta. Saat ia memunculkan wacana mengecek di situs rumah123, maka netizen beramai-ramai melakukan pengecekan dan terlihat bahwa sulit sekali menemukan rumah dengan kriteria seperti itu, jangankan hendak menanggulangi backlog 1,3 juta hunian seperti yang digembar-gemborkan Anies. 

Ahok di sisi lain, lebih humble dan masuk akal. Ia tidak berniat menghamburkan uang pajak masyarakat untuk membiayai kepentingan pribadi (kepemilikan privat atas rumah) yang sejatinya hanya sanggup terbayarkan oleh kelas menengah. Ahok mengklasifikasi idenya untuk memberi solusi hunian.

Untuk yang belum sanggup mencicil, maka tidak dipaksakan memiliki. Mereka diberikan rusun yang sebenarnya gratis, cukup membayar biaya pemeliharaan lingkungan (biasanya di apartemen disebut IPL) yang besarnya hanya 5000-10000 tiap hari. Dari sini mereka bisa menekan biaya hidup serendah mungkin karena rusun seperti ini sudah dilengkapi berbagai fasilitas gratis, termasuk transjakarta gratis, RPTRA gratis, pelatihan kerja, dan sebagainya.

Bagaimana dengan yang sedikit lebih mampu dan ingin mendapatkan rusun lebih baik dengan akses ke transportasi umum? Mereka dibuatkan rusun yang berdiri di sekitar stasiun dan terminal, sehingga bisa menekan biaya bolak balik dan naik transportasi umum lebih mudah dan cepat. Biaya rusun seperti ini disetarakan dengan biaya kos-kosan. Sehingga biaya sewa yang sedikit lebih mahal tertutupi oleh penghematan biaya transportasi dan efisiensi waktu yang dibutuhkan untuk bolak balik ke tempat kerja setiap harinya.

Lalu bagaimana dengan yang sudah berpendapatan cukup tinggi untuk mencicil? Barulah disediakan rumah susun hak milik (rusunami). Tentu saja karena mereka sebenarnya sudah mampu, buat apa lagi disubsidi? (ini berkebalikan dengan ide Anies yang hendak mensubsidi kalangan menengah yang sebenarnya sudah mampu mencicil sendiri ibarat menebar garam ke lautan).

Lalu bagaimana dengan mereka yang sudah memiliki rumah secara turun-temurun (diwariskan)? Ahok perlahan membujuk mereka agar mau berpindah ke hunian vertikal. Rumah-rumah yang sudah mulai tua  ditawari untuk ditukarkan dengan unit apartemen yang besarnya 2,5 kali dari rumah semula. Sehingga perlahan tanah-tanah di Jakarta mulai terbebas dari rumah tapak, bermigrasi ke hunian vertikal. Tentu menarik kalau tiba-tiba mereka yang hidup di rumah kecil kemudian memiliki apartemen yang lebih besar dan boleh mereka sewakan atau dijual. Sementara perlahan Pemprov terus mengumpulkan tanah hasil barter, yang bisa mereka jadikan hunian vertikal berikutnya, atau dijadikan taman untuk mengejar target luasan Ruang Terbuka Hijau. 

2. OK OTrip

Awalnya program Anies Sandi ini kedengaran menarik, Rp 5000 untuk satu kali perjalanan naik turun kendaraan transportasi umum apapun, termasuk angkot. Namun Anies lupa memperhitungkan bahwa Ahok sebenarnya sudah mendapatkan kesepakatan Koperasi Wahana Kalpika untuk bergabung menjadi feeder busway pada Februari 2016, jauh sebelum Anies mendeklarasikan diri jadi Cagub. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun