Mohon tunggu...
Malakik Sanjo
Malakik Sanjo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak M dan Bu M serta Perpindahan Manusia di Muka Bumi

16 November 2017   00:56 Diperbarui: 16 November 2017   01:48 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak M dan Bu M serta Perpindahan Manusia di Muka Bumi

Membaca carut marut berita soal pribumi dan non pribumi di media formal dan informal baik di Indonesia maupun di tempat lain (kasus Rohinga, Indigenous dan sebagainya) terbit pertanyaan dibenak saya; apa ada manusia yang berhak menyebut dirinya pribumi di suatu daerah tertentu dimuka bumi ini ?.

Menurut ilmu antroplogi semua manusia dimuka bumi ini dinamai homosapiense sapiensis, yang mana homo artinya manusia dan sapiense artinya berpikir; manusia yang sanggup berpikir. Rekam jejak sejarah menunjukkan bahwa makhluk dengan nama spesies : homo sapiense sudah ada dari 3 juta tahun lalu dengan berbagai versi/subspesies, berasal muasal dari Africa. 

Kemudian berbagai versi Homo Sapiense ini satu demi satu punah, yang berhasil sukses melewati hukum rimba Darwin (menurut teori Darwin hanya makhluk yang lentur dalam menyesuaikan diri yang dapat bertahan hidup) adalah subspesies Homo Sapiense Sapiensis atau disebut juga manusia modern alias 'kita semua dimuka bumi ini'. 

Jadi singkat kata kita semua berasal dari Africa dan kemudian menyebar dan berpindah kesemua pelosok di muka bumi ini, kejadian yang sudah berlangsung dari 3 juta tahun lalu lanjut sampai detik ini. Kenapa manusia berpindah alias migrasi ?, pastilah karena alasan mencari kehidupan yang lebih baik. Perpindahan manusia ketempat baru menciptakan subbudaya baru yang terus berkembang memberikan warna pada kemanusiaan, sekali lagi perilaku berpindahnya manusia itu sudah terjadi dari jutaan tahun yang silam, sehingga mestinya tidak ada manusia yang 100% aboriginal di suatu tempat di muka bumi.

Kapan itu waktu masih tinggal di Balikpapan, karena punya waktu luang setelah pulang kerja, dan karena ingin membuka wawasan, berdua anak saya ikut kursus bahasa Mandarin berlokasi disebuah ruko tidak seberapa jauh dari rumah. Hari pertama kami terlambat karena salah memperkirakan waktu jalan kaki dari tempat parkir ke ruko tersebut. Sampai dipintu kelas yang tertutup kami mendengar kalimat kalimat dilantunkan khas tonasi Cina. Saya dan anak saling tersenyum; hmmm kami memasuki wilayah asing.

Ketika masuk kelas kami disambut seorang wanita tua yang membahasakan dirinya Laotsu (guru), menyapa kami dalam bahasa Indonesia beraksen Cina Jawa, dan ketika melirik kelas ternyata muridnya keturunan Cina semua dengan rata rata berbahasa Indonesia logat Cina Balikpapan. Kami sama sekali tidak berada diwawasan asing.

Dari ngobrol ngobrol saya ketahui bahwa umumnya mereka mengambil kelas Mandarin karena kebutuhan pekerjaan, dan kalaupun tadinya mereka pikir masih mampu sedikit berbahasa Mandarin peninggalan dari kakek nenek buyut ternyata tidak dimengerti oleh para boss dari RRC. Mereka memang turunan dari suku suku yang bercokol di wilayah RRC saat ini, tapi mereka adalah orang Indonesia, telah lebih dari lima generasi hidup di Indonesia.

Bahasa pertama mereka adalah bahasa Indonesia dengan logat kedaerahan yang khas turunan Cina. Inilah contoh subsuku dengan subbudaya yang lahir dari percampuran budaya lokal dan asing, apa nama subsuku dan subbudaya ini ?, ada nama resminya yaitu Peranakan, tapi saya lebih suka memakai istilah dari anak saya yaitu Cindo.

Saat ini saya ikut anak di Toronto tanpa kegiatan yang jelas, ceritanya tadinya mau pensiun dan hendak leyeh leyeh, sambil memasak dan membersihkan rumah anak. Tapi ternyata lebih sering bosan serta cengok sendirian dirumah karena anak semata wayang acap kali tugas ke USA. Mencari kegiatan agak ringan dan paruh waktu tidak ada yang menerima dengan alasan keberatan CV, sampai akhirnya seorang kenalan dari Indonesia berani mencoba mentraining dan mempekerjakan saya jadi pembuat sushi pada suatu kios sushi yang terintegrasi pada gerai supermarket papan atas.

Pemilik kios ini bernama pak R dan bu M, pasutri Cindo yang sekarang bermukim di USA. Awal bertemu pak R (berhubung ada 60 gerai diseantero Amerika Utara, dia hanya berkunjung kesetiap gerai sekali dua bulan) saya rada sebal juga. Cara bicara kasar setara dengan gaya Ahok, semua terdengar seperti kritikan, hanya sedikit pegawai keturunan Indonesia pribumi bertahan kerja lebih dari dua bulan, sehingga yang banyak tersisa adalah migran dari RRC (yang tidak mampu berbahasa Inggris dengan baik) dan migran dari Nepal.

Tadinya saya berpikir tentunya pak R dan bu M ini sangat dekat dengan para migran RRC andalan ini (kerja sangat keras, cepat dan loyal) tapi setelah beberapa waktu saya dapatkan bahwa tangan kanan andalan bisnis pasutri ini malah para migran pribumi dari Indonesia yang diletakkan sebagai   akuntan, pengawas HR dan 'kepala' cabang. Teman saya (memakai jilbab) adalah tangan kanan mereka di Toronto berkomunikasi secara loe -- gue dengan pak R dan bu M.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun